BOGOR - Pemerintah Kota Bogor meminta PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menjalankan prosedur yang lebih ketat selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk memutus rantai penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Permintaan ini disampaikan setelah tiga penumpang kereta rel listrik (KRL) dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes swab yang digelar pada 27 April lalu.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim mengatakan temuan itu harus menjadi perhatian semua pihak. Prosedur penanganan yang selama ini sudah diterapkan harus diperbaiki. "Terutama dalam sarana transportasi publik massal seperti KRL," kata Dedie, kemarin.
Dedie mengatakan tiga penumpang KRL yang dinyatakan positif Covid-19 itu bukan warga Bogor. Mereka ber-KTP Bandung, Jakarta, dan Sukabumi. Hasil tes swab sudah disampaikan kepada ketiga penumpang tersebut dan penanganan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing.
Tes swab yang digelar di Stasiun Bogor pada 27 April lalu diikuti oleh 397 pengguna KRL. Hasil tes keluar tiga hari kemudian dan tiga orang dinyatakan positif Covid-19. KRL yang masih padat bisa menjadi transportasi OTG (orang tanpa gejala) pembawa virus. "Itu artinya PSBB bisa gagal," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui akun Twitter-nya pada 3 Mei lalu.
Ridwan Kamil sudah melaporkan temuan itu kepada Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 pusat dan Kementerian Perhubungan untuk ditindaklanjuti. "Semoga ada respons terukur dari pihak operator KRL," kata Emil, sapaan Ridwan Kamil.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani Gelung Sakti mengatakan pemeriksaan penumpang KRL di Bogor menjadi bagian dari strategi Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19. "Supaya kita bisa menemukan kasus-kasus lebih dini dan kita bisa mengatasinya pada level yang belum membahayakan masyarakat," kata dia, kemarin.
Berli mengatakan Gugus Tugas sudah memberikan rekomendasi kepada pengelola KRL agar penularan wabah di alat transportasi itu bisa dicegah. Salah satu rekomendasi yang diberikan adalah menghentikan operasional KRL selama masa PSBB. "Apabila memang tidak bisa diberhentikan secara total, dia (operator KRL) harus menerapkan prinsip physical distancing," kata dia.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno berpendapat bahwa pemerintah harus menyiapkan alat transportasi alternatif jika ingin menghentikan sementara operasional KRL. "Kalau dihentikan tanpa alternatif, akan muncul masalah baru," kata Djoko.
Djoko mencontohkan, di Jakarta, masih banyak perusahaan yang mendapat pengecualian sehingga diizinkan beroperasi selama PSBB. Pekerja di perusahaan-perusahaan itu sebagian besar tinggal di kota penyangga dan sangat mengandalkan KRL. Begitu juga dengan pekerja medis yang tidak semuanya mendapat fasilitas tempat tinggal di Ibu Kota.
Mereka tetap harus pulang-pergi (naik KRL) ke rumah dan tempat kerja, ujar Djoko. Jika operasional KRL dihentikan, dia khawatir aktivitas di Ibu Kota justru akan lumpuh.
Vice President Corporate Communications PT KCI Anne Purba mengatakan perusahaannya berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan Covid-19 di KRL. "Selama ini PT KCI juga telah mengikuti protokol pencegahan Covid-19 di transportasi publik, bahkan sejak sebelum berlakunya PSBB," ujarnya.
M.A. MURTADHO (Bogor) | AHMAD FIKRI (Bandung) | LANI DIANA WIJAYA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | SUSENO
Tes Massal di Stasiun
Pemerintah Kota Bekasi hari ini berencana menggelar tes Covid-19 secara massal di Stasiun Bekasi. Sasarannya adalah para pengguna kereta rel listrik (KRL). Tes ini akan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). "Kami menyiapkan 300, bukan lagi rapid test, tapi PCR," kata Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, kemarin.
Dalam metode PCR ini, obyek yang diteliti adalah spesimen dahak di tenggorokan dan hidung yang diambil menggunakan teknik swab. Tes menggunakan alat tersebut dianggap lebih akurat dibanding rapid test. Menurut Rahmat, Stasiun Bekasi dipilih karena jumlah penumpangnya paling banyak dibanding Stasiun Bekasi Timur dan Kranji.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani Gelung Sakti mengatakan tes massal menggunakan PCR akan ditingkatkan di Jawa Barat. Pemerintah provinsi saat ini sudah memiliki 40 ribu alat tes PCR. "Dari 40 ribu itu, baru terpakai sekitar 5.000," kata dia.
Menurut Berli, tes massal ini merupakan bagian dari strategi Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 untuk mencegah penyebaran wabah virus corona. "Supaya kita bisa menemukan kasus-kasus lebih dini sehingga bisa segera mengatasinya," kata dia.
Berli menambahkan, tes massal pertama sudah digelar di Stasiun Bogor. Dari 397 penumpang yang mengikuti tes, tiga di antaranya dinyatakan positif. "Satu orang dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan, dua lagi diminta untuk isolasi mandiri," kata dia.
ADI WARSONO | AHMAD FIKRI