JAKARTA - Direktur Pengembangan Bisnis PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Hanief Arie Setianto, menargetkan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter dimulai pada Maret 2020. Padahal peletakan batu pertama proyek tersebut sudah dilakukan pada Desember 2018. Arie mengatakan pembangunan tertunda karena terganjal sejumlah kendala.
Jakpro adalah perusahaan daerah yang ditunjuk untuk menangani proyek ITF. Menurut Arie, salah satu kendala itu berkaitan dengan lembaga keuangan. Namun ia tak memberikan penjelasan rinci ihwal kendala tersebut. "Makanya, sampai sekarang belum ada progres nyata di lapangan," kata Arie di Hotel Kempinski, kemarin.
Meski begitu, kata Arie, pemerintah telah menyiapkan investasi untuk pembangunan ITF Sunter. Dana dari pemerintah itu hanya cukup untuk membangun tempat pembakaran sampah. "Belum termasuk pembangunan pabriknya," ujarnya. Adapun pembangunan boiler atau tempat pembakaran sampah sedang dikerjakan di Denmark. "Target pembangunan 36 bulan, sekarang sudah 20 persen."
Arie menambahkan, setelah ITF Sunter rampung, Jakpro berencana membangun fasilitas serupa di Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Ketiganya memiliki kapasitas sekitar 6.000 ton sampah per hari. Rencana itu sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 65 Tahun 2019.
"Ada dua pergub mengenai ITF Sunter kapasitas 2.200 sampah ton per hari, dan Pergub 65 ini untuk ITF lainnya dengan kapasitas total 6.500 ton sampah per hari," Arie menjelaskan. Namun lokasi untuk ITF di tiga wilayah itu belum ditentukan. "Tentu lokasi juga, ya, harus mudah diakses."
Jika ITF sudah beroperasi, Arie menambahkan, setiap jam bisa 35 truk yang datang untuk mengantar sampah. Karena itu, lokasinya harus dipilih secara matang sehingga tidak mengganggu masyarakat setempat. "Makanya, apabila ada peminat yang punya akses bagus, apalagi lahan dekat dengan jalan tol, tentu akan dapat nilai plus," kata Arie.
Sebelumnya, Vice President of City Solution Fortum, Izabela Van den Bossche, mengatakan pembangunan konstruksi ITF Sunter terhambat karena negosiasi dengan stakeholder tak kunjung mencapai kata sepakat. Selain itu, aturan yang khusus mengatur pengoperasian ITF belum ada. Kendala lain datang dari organisasi dan aktivis lingkungan yang menolak pembangunan ITF. "Karena ini kan bisnis, harus ada (kepastian) kembalinya kapan. Apakah dalam waktu yang disepakati, 30 tahun, duitnya kembali atau tidak?" ujar Izabela, 10 Februari lalu.
Izabela juga mengatakan teknologi pengolahan sampah di ITF Sunter merupakan proyek pertama di Indonesia. Karena itu, perlu dibuat standar aturan agar tidak menimbulkan masalah pada kemudian hari.
Pemerintah Jakarta sudah merencanakan pembangunan ITF Sunter sejak empat tahun lalu. Fasilitas ini digadang mampu mengolah 2.200 ton sampah per hari. Jenis teknologi yang diterapkan adalah waste to energy dengan listrik yang dihasilkan mencapai 35 MWh serta mampu mereduksi 80-90 persen dari bobot sampah yang masuk. IMAM HAMDI | KIKI ASTARI | INGE KLARA SAFITRI
Agar Tak Tergantung Bantargebang
Dari Limbah Jadi Listrik