JAKARTA - Usai sudah masa perantauan si nasi kapau. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat memulai proses pemindahan kembali pedagang kaki lima nasi kapau ke trotoar Jalan Kramat Raya, pekan depan. Lokasinya sama dengan dulu, di perempatan Senen samping flyover, ujung utara Jalan Kramat Raya.
"Di titik yang sama, tapi sekarang lebih rapi dan menarik," kata Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi kepada Tempo, kemarin. Puluhan pelapak hidangan khas Bukittinggi, Sumatera Barat, itu dipindahkan oleh pemerintah DKI pada September 2019 karena lokasinya menjadi bagian dari revitalisasi trotoar Jalan Kramat Raya. Mereka direlokasi di lahan milik Dinas Pekerjaan Umum DKI, di belakang lokasi lama, dan Pasar Senen.
Awalnya, pemerintah DKI hendak mematenkan dua lokasi tersebut. Namun, dengan alasan kepentingan ekonomi para pedagang, pemerintah memutuskan mengembalikan mereka ke trotoar Kramat Raya. Jumlahnya, 28 pelapak, sama dengan sebelum pemugaran. "Jadi, tidak ada PKL baru," ujar Irwandi.
Berdasarkan pantauan Tempo, trotoar Jalan Kramat Raya yang terbentang dari Simpang Senen hingga Jalan Kramat Soka memiliki lebar sekitar 8 meter, lebih luas dari lokasi lain di ruas yang sama. Pada sisi yang berlawanan dengan jalan raya, dengan lebar trotoar sekitar 2,5 meter, ada pemasangan ubin atau tegel berpola khusus yang tampak sebagai pembeda dua wilayah di jalur pedestrian tersebut.
Menurut Irwandi, setiap PKL akan menempati lokasi khusus di trotoar dengan luas 2,5 x 5 meter. Pejalan kaki, dia melanjutkan, akan tetap lega karena memiliki ruang selebar 5,5 meter untuk berlalu lalang. "Trotoar yang diberikan kepada PKL hanya yang lebarnya 8 meter. Titik lain lebarnya 5 sampai 5,5 meter," ujar dia.
Pemerintah Jakarta Pusat menggandeng produsen Teh Botol, PT Sinar Sosro, untuk mendesain dan membangun lapak baru nasi kapau. Rancang bangunnya, Irwandi melanjutkan, akan mengombinasikan adat Minang dan Betawi. "Dibangun semipermanen juga. Sama seperti sebelumnya. Bisa dicopot," kata dia.
Saleh, pedagang nasi kapau, mengatakan belum mengetahui rencana pemerintah mengembalikan mereka ke trotoar. Dia mengatakan semua pemilik lapau sangat ingin kembali ke tempat semula. Di tempat relokasi, dia melanjutkan, jumlah pembeli berkurang jauh. "Kalau memang mau dikembalikan, ya, secepatnya. Di sana, kami lebih untung," ujar Saleh.
Andrian Nova, pelanggan, tidak terlalu memusingkan soal lokasi. Dia mengatakan penikmat nasi padang datang ke sana karena faktor harga dan kekhasan rasa. Pria berusia 28 tahun ini berharap pemerintah menyediakan lahan parkir pelanggan setelah memindahkan pedagang ke lokasi semula. "Tempat ini (lahan Dinas PUPR) bisa jadi parkiran," katanya.
Harapan itu sepertinya tidak akan terwujud. Menurut Irwandi, pemerintah tidak menyediakan tempat parkir karena revitalisasi jalur pedestrian bukan ditujukan untuk kepentingan pengendara. "Pedagang kaki lima itu sarana pelengkap pejalan kaki," ujar dia.
Ada juga warga yang keberatan. Risda, 30 tahun, mengatakan selama lapau nasi itu dipindahkan, pejalan kaki menikmati betul kelapangan jalur pedestrian, seperti yang dia rasakan saban hari antara kantornya di Kramat Raya dan halte Transjakarta Central Senen. Selain porsi pejalan kaki yang diskupesi, Risda khawatir awal tingkat kebersihan di lokasi itu terganggu. "Sekarang sudah enak, lebar dan bersih," ujarnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Syarif, meminta pemerintah DKI melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang konsep penataan PKL di trotoar. Menurut dia, penolakan dari masyarakat menjadi cermin belum tuntasnya penyampaian kebijakan pemerintah. "Sosialisasikan lagi aturan dan titik-titiknya," kata politikus Partai Gerindra tersebut. FRANSISCO ROSARIANS
Nasi Kapau Mengakhiri Masa Rantau