Dari Tegal Alur untuk Para Dewa
Awan gelap yang menggulung sore itu membuat Robi, 35 tahun, resah. Mimik mukanya tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. "Kalau hujan, hio-nya susah kering," kata pria berkulit gelap itu, tercekat.
Robi adalah salah seorang pekerja pembuat hio atau dupa batangan. Hio digunakan sebagai alat sembahyang warga Tionghoa di kelenteng atau umat Buddha di wihara untuk menyembah dewa-dewa. Robi bekerja di industri rumahan hio di Kampung Belakang, Tegal Alur,
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini