Minggu lalu, di layar salah satu acara stasiun televisi swasta nasional, dengan aksara putih berlatar merah, muncul tulisan "Mulutmu Harimaumu". Kalimat yang berasal dari khazanah Islam ini dipakai sebagai judul untuk memperbincangkan dampak bicara seorang artis "goyang itik". Dalam perbincangan itu, ada dua pendapat. Pertama, ada yang meminta agar sang artis dimengerti, mengingat latar belakang pendidikannya. Kedua, bahwa kata-kata si "goyang itik" itu dianggap keterlaluan karena menggores ideologi negara.
Alwy Rachman Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin
Minggu lalu, di layar salah satu acara stasiun televisi swasta nasional, dengan aksara putih berlatar merah, muncul tulisan "Mulutmu Harimaumu". Kalimat yang berasal dari khazanah Islam ini dipakai sebagai judul untuk memperbincangkan dampak bicara seorang artis "goyang itik". Dalam perbincangan itu, ada dua pendapat. Pertama, ada yang meminta agar sang artis dimengerti, mengingat
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.