MAKASSAR - Komisi Perlindungan Anak (KPA) Sulawesi Selatan menyatakan kurangnya fasilitas bermain meningkatkan jumlah kasus kekerasan terhadap anak. Lantaran fasilitas bermain tidak memadai, anak-anak banyak bergaul dengan orang dewasa, sehingga lebih berisiko menjadi korban kekerasan.
Hingga Juli 2015, KPA telah menerima 60 laporan kasus kekerasan terhadap anak, dari kekerasan seksual, penelantaran, kekerasan fisik, narkotik, hingga perdagangan anak.
"Ini akibat pemerintah tidak memperhatikan hak-hak anak," kata Ketua KPA Sulawesi Selatan Waridah, kemarin. Hal itu terlihat dari tak adanya taman bermain dan sarana berkreasi, selain kurangnya pengawasan orang tua.
Karena itu, pemerintah diminta memperhatikan hak-hak anak dalam setiap perencanaan pembangunan kota. Cara itu diyakini mampu menekan angka kasus kejahatan dan kekerasan terhadap anak.
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tenri A. Palallo mengklaim pembangunan di kota tersebut telah memenuhi kebutuhan anak. Ada 33 indikator hak anak sudah dikirim ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk diverifikasi.
Untuk mendukung terwujudnya kota layak anak, Tenri mengaku sudah berkoordinasi dengan 52 satuan kerja perangkat daerah. "Selain Makassar, Kabupaten Bantaeng diusulkan untuk mendapatkan gelar kota layak anak."
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan "Danny" Pomanto mengatakan masalah sosial di kota ini banyak berawal dari lorong-lorong atau gang kumuh. Pemerintah sudah berusaha memperbaiki semua lorong yang dianggap kumuh melalui program kebersihan. "Setiap lorong harus dibuat bersih dan indah, sehingga anak-anak dan orang tua merasa nyaman."
Danny menambahkan, kasus kekerasan terhadap anak banyak disebabkan oleh pengaruh minuman keras. MUHAMMAD YUNUS