Sim "Salah" Bim
Muhary Wahyu Nurba
Fotografer, penulis, bergiat di komunitas sastra Sungai Aksara
Di manakah harapan akan dikaitkan bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
(WS Rendra)
Sekali waktu, menjelang pemilu, saya duduk di sebuah warung kopi. Saya baru saja memesan secangkir kopi hitam ketika sebuah iklan di televisi menyita perhatian saya. Tayangan berdurasi tiga puluh detik itu menampilkan sosok seorang calon pemimpin. Ia berbicara kepada Jin Blankon, tepatnya, memohon sesuatu untuk masa depannya. "Minta apa?" sang Jin bertanya. "Jadikan aku pemimpin tegas, dipercaya, jujur. Bisa, Jin?" sang caleg bersungut. Jin dengan enteng menjawab, "Bisa". Sim "salah" bim! Apa yang diminta sang caleg benar terbukti. Ia berkampanye menyuarakan hati nuraninya, "Pilihlah saya. Saya ingin kaya raya, punya rumah dan mobil mewah, selingkuhan di mana-mana." Caleg itu sontak kaget terhadap dirinya sendiri. Bukan itu yang ia inginkan. Ia lalu mendatangi Jin sekali lagi, "Kok bablas, Jin?" Jin balik bertanya, "Jujur kan?"
Muhary Wahyu Nurba
Fotografer, penulis, bergiat di komunitas sastra Sungai Aksara
Di manakah harapan akan dikaitkan bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
(WS Rendra)
Sekali waktu, menjelang pemilu, saya duduk di sebuah warung kopi. Saya baru saja memesan secangkir kopi hitam ketika sebuah iklan di televisi menyita perhatian saya. Tayangan berdurasi tiga puluh detik itu menampilkan sosok seorang calon pemimpin. Ia berbicara kepada Jin Blank
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini