Aslan Abidin
Dosen Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar
Penaikan harga bahan bakar minyak sepertinya tak berlebihan apabila disebut sebagai tindakan kekerasan simbolik dari penguasa Indonesia. Kekerasan simbolik itu juga selalu ditanggapi mahasiswa dengan aksi kekerasan riil terhadap simbol-simbol penguasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat dengan jamaknya pelemparan dan perusakan terhadap kantor-kantor penguasa negara maupun mobil dinas berpelat merah dalam demonstrasi penolakan penaikan harga BBM.
Penaikan harga bahan bakar minyak—setidaknya diperlihatkan ke khalayak—telah diputuskan berdasarkan alasan "logis" serta melalui proses politik yang sistematis dan sah. Hal itu tentunya dilakukan guna membuat keputusan tersebut memiliki daya paksa yang kuat untuk dituruti oleh rakyat. Hanya, bagaimanapun sah dan tingginya daya paksa sebuah keputusan politik, bukan berarti hal itu menjamin obyektivitas keberpihakannya kepada rakyat.
Pengalaman beberapa kali penaikan harga BBM menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat menjadi lebih susah dibanding bertambah baik. Kesulitan pertama akan datang dari efek kekacauan akibat demonstrasi mahasiswa, setelah demonstrasi mahasiswa reda, rakyat akan mengalami penderitaan hingga ke titik tak mampu bertahan dan mengambil keputusan untuk bunuh diri. Selalu ada masa—ketika kita mulai lupa akibat buruknya penaikan harga BBM di mana rakyat banyak bunuh diri karena tak sanggup menanggung sengsara kemiskinan.
Kekerasan simbolik itu akan berakibat ke fakta kekerasan nasib berupa penderitaan yang harus dijalani rakyat. Kekerasan itu—ketika berada di titik tak sanggup untuk ditanggung—akan berlanjut ke tindak kekerasan rakyat terhadap hidupnya sendiri. Rakyat akan melawan kekerasan hidupnya juga lewat tindak kekerasan dengan mengakhiri hidupnya sendiri.
Marilah kita kenang kembali kepedihan hidup—dengan mengambil sekadar tiga kasus—peristiwa ibu yang berupaya bunuh diri dan juga anaknya karena tak mampu menahan penderitaan sebagai orang melarat. Tersebutlah Khoir Umi Latifah, 25 tahun, di Klaten, Jawa Tengah. Ia membakar diri dan dua anaknya yang masih berusia balita pada Agustus 2010. Khoir tewas, sedangkan anaknya, yang mengalami banyak luka bakar, masih bisa diselamatkan.
Nasib malang juga dialami Erawati, 42 tahun, di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kesulitan hidup membuat dia menenggelamkan anak bungsunya, Andika, 4 tahun, ke sebuah sungai kecil dengan air berkedalaman selutut. Setelah yakin anaknya tewas, ia mengerat putus urat nadinya. Mayat keduanya ditemukan keesokan harinya, pada hari kedua Maret 2012.
Bunuh diri yang disebabkan oleh putus asa menghadapi teror kemiskinan juga dilakukan Markiyah, 30 tahun. Ia bunuh diri bersama anaknya yang baru berusia 2 tahun dalam gendongannya dengan melompat ke arus deras Sungai Cisadane, Bogor Tengah, Jawa Barat. Kejadian ini berlangsung pada awal Juli 2012.
Apakah hidup bagi mereka memang sudah tidak berarti? Jawabnya, ya! Kemiskinan membuat seseorang berada dalam keadaan tidak manusiawi. Hal itu ditandai oleh kekurangan makan atau tak cukup gizi. Situasi itu membuat seorang rudin—kalau juga dapat bertahan hidup—menurut Dieter Nohlen dalam Kamus Dunia Ketiga (Lexikon Dritte Welt, 1989), akan mengalami cacat otak dan kelemahan fisik.
Bunuh diri karena kesulitan keuangan tidak hanya terjadi di negara miskin, seperti di Indonesia. Bunuh diri dengan motif tekanan ekonomi juga dialami rakyat kota besar, seperti New York, Amerika Serikat. Sebuah hasil penelitian yang dilansir American Journal of Epidemiology menunjukkan bahwa jumlah orang bunuh diri di New York terus meningkat setiap tahun. Pengangguran terutama dapat membuat orang mengakhiri hidupnya di kota besar, seperti New York.
"Stres akibat tekanan ekonomi menjadi alasan paling sering dilakukan orang untuk bunuh diri. Tekanan ekonomi dapat melukai harga diri seseorang dan membuat keterbatasan penerimaan bantuan, termasuk perawatan kesehatan mental bagi mereka," kata Sandro Galea, seorang peneliti masalah kejiwaan di Amerika Serikat.
Kita tahu bahwa masalah pemutusan hubungan kerja dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup selalu menjadi peristiwa lanjutan setelah penguasa menaikkan harga BBM. Setelah itu, akan banyak rakyat yang tak sanggup bertahan hidup, lalu memilih bunuh diri. Mari beramai-ramai menunggu rakyat miskin bunuh diri.