MAKASSAR — Penyidik Kejaksaan Negeri Makassar menemukan kejanggalan dalam proses verifikasi pembebasan lahan gedung olahraga Sudiang, Makassar. "Tim teknis yang dibentuk tidak berhak melakukan verifikasi lahan," kata Kepala Seksi Pidana Khusus, Joko Budi Darmawan, kemarin.
Penyidik menemukan itu setelah memeriksa Ketua Tim Teknis, Jufri Rahman. Joko mengatakan Jufri ditunjuk sebagai ketua yang saat itu menduduki posisi Kepala Biro Dekonsentrasi Sulawesi Selatan. "Padahal biro ini tidak mengurusi masalah agraria," kata dia.
Joko menambahkan, lahan tersebut seharusnya tidak usah lagi diverifikasi pada 2007. Alasannya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah menguasai sertifikat lahan sejak pembebasan lahan pada 1994.
Dalam pemeriksaan itu, menurut Joko, Jufri mengaku menjalankan tugas sesuai dengan perintah dari Sekretaris Daerah, Andi Muallim. Tim teknis dibentuk setelah ada protes dari warga yang mengaku belum mendapat pembayaran ganti rugi.
Sebanyak 25 warga mengklaim belum mendapat pembayaran. Surat protes itu ditujukan kepada Biro Dekonsentrasi yang dipimpin Jufri. "Padahal pembebasan lahan itu kewenangan Biro Aset," ujar Joko.
Jufri menolak memberi keterangan secara detail menyangkut polemik verifikasi lahan itu. "Saya memang menjadi ketua tim teknis," kata dia.
Pembebasan lahan gedung olahraga tersebut dilakukan pada 1994. Saat itu seluruh sertifikat lahan telah dikuasai oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Namun, pada 2007, sebanyak 25 orang warga datang mengklaim sebagian lahan yang belum dibayarkan.
Pemerintah provinsi lalu membentuk tim teknis untuk melakukan verifikasi. Hasilnya, tim yang dipimpin Jufri Rahman, yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan, merekomendasikan lima warga yang berhak mendapatkan pembayaran.
Lima warga tersebut mendapat dana ganti rugi sebesar Rp 3,2 miliar. Dana dibayarkan pada 2007. Belakangan terungkap, lima warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan itu tidak berhak mendapatkan pembayaran. Dalam kasus pidana umum, lima warga itu terbukti memiliki sertifikat palsu. ABDUL RAHMAN