Reaksi berlebihan masyarakat yang memborong masker karena merebaknya virus corona (Covid-19) tak hanya terjadi di Tanah Air. Sejak Januari lalu, ketika virus corona pertama kali dilaporkan menulari banyak orang di Wuhan, Cina, reaksi yang sama juga terjadi. Bahkan sempat terjadi kelangkaan masker medis atau bedah di Negeri Tirai Bambu.
Sikap ini dianggap berlebihan. Sebab, menurut para ahli dan otoritas kesehatan di berbagai negara, masker sebetulnya tak efektif melindungi orang sehat dari penyakit. "Yang seharusnya memakai masker itu adalah orang yang sakit atau terduga sakit. Kalau orang sehat, tidak perlu," ujar Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto, awal pekan lalu.
Pernyataan ini dikeluarkan Terawan menyusul menghilangnya masker medis dari berbagai tempat sejak pemerintah mengumumkan dua warga Depok positif terjangkit virus corona, Senin lalu. "Ini adalah ketentuan internasional melalui WHO, badan kesehatan PBB," ujar dia.
Pernyataan serupa disampaikan Menteri Kesehatan Singapura Gan Kim Yong dalam pidatonya, Senin lalu. Yong menyatakan orang sehat tak perlu memakai masker karena benda tersebut hanya memberikan rasa aman yang semu dan tidak efektif melindungi tubuh. "Justru saat kita memakai masker, kita akan lebih sering menyentuh wajah (untuk membetulkan letak masker). Akibatnya, virus atau bakteri di tangan menyebar ke area wajah."
Menurut Yong, fungsi masker adalah agar orang yang sedang sakit atau diduga sakit tak menyebarkan virus melalui percikan air liur saat bersin dan batuk. "Kalau Anda sakit dan akan keluar rumah, masker sangat dibutuhkan agar Anda tidak menularkan penyakit kepada orang di sekitar Anda," kata dia dalam pidato di Gedung Parlemen Singapura, seperti dikutip dari Channel News Asia. Selain oleh orang yang sakit, masker penting dipakai oleh dokter, perawat, dan petugas layanan medis yang sering berinteraksi dengan pasien.
Bukan hanya pada orang dewasa, hal serupa juga berlaku pada anak-anak. Dokter spesialis anak Agnes Tri Harjaningrum mengatakan pemakaian masker pada anak kecil sama seperti orang dewasa: tidak disarankan bagi mereka yang sehat. "Sebab, masker bedah ini tetap tidak bisa melindungi secara sempurna dari partikel kecil seperti virus yang masuk," ujar Agnes dalam kanal YouTube-nya.
Perlu dipahami juga, kata Agnes, bahwa masker terdiri atas dua jenis: masker bedah dan masker N95. Walau masker jenis N95 diklaim bisa mencegah infeksi sampai 95 persen, Agnes mengatakan hingga sekarang belum ada masker N95 yang diproduksi untuk anak-anak. Jika anak-anak atau balita memakai masker jenis ini, dikhawatirkan malah akan membuat anak kesulitan bernapas karena kekurangan oksigen.
Cara terbaik untuk mencegah penularan virus, menurut Menteri Terawan, Menteri Yong, dan para ahli lain, adalah mencuci tangan menggunakan air dan sabun. Cara ini, menurut Yong, adalah upaya sederhana yang sangat efektif untuk mencegah potensi masuknya virus dan bakteri. Dia juga mengimbau agar semua orang menghentikan kebiasaan menyentuh wajah.
Doktor Farmakogenetik Universitas Brawijaya, Herni Suprapti, menambahkan bahwa mencuci tangan dengan air efektif mencegah penularan. Sebab, secara fisik virus akan terlarut meski hanya dengan air biasa. Pencegahan menjadi lebih maksimal jika kita rutin mencuci tangan menggunakan sabun. Sebab, kata Herni, bakteri dan virus akan berubah strukturnya bila kena sabun biasa. "Artinya, bakteri dan virus akan mati dan hilang digelontor air, tidak harus memakai hand sanitizer." ADE RIDWAN | EKA WAHYU | CAN | PRAGA UTAMA