Memasuki ruangan bernuansa putih dan berbentuk oval yang dinamai Bandung Command Centre (BCC) itu serasa seperti berada di anjungan kapal USS Enterprise dalam serial fiksi Star Trek. Canggih dan futuristik, begitulah kesan ruangan yang dibangun di Balai Kota Bandung dengan dana hampir Rp 30 miliar itu. Sebanyak 24 televisi membentuk layar besar yang melengkung menjadi fokus utama ruangan itu. Tiap-tiap monitor dapat menampilkan tayangan langsung tentang keadaan di sejumlah lokasi Kota Bandung lengkap dengan data dan informasi terkait.
BCC merupakan gagasan Wali Kota Ridwan Kamil yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. BCC dirancang menjadi pusat kendali untuk memonitor dan merespons cepat permasalahan kota. Selain bertujuan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, sarana ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Ada dua aplikasi unggulan dalam pusat kendali ini, yakni Media Social Mapping dan Panic Button. Menurut Ridwan, Media Social Mapping merupakan peranti lunak yang dihibahkan oleh Pemerintah Norwegia sebagai uji coba. Aplikasi ini mampu menangkap segala macam percakapan warga di media sosial, seperti Facebook dan Twitter, yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik ataupun keluhankeluhan warga terkait dengan infrastruktur.
“Ini mesin yang bisa mentrack percakapan warga. Kalau saya klik isu macet, maka akan muncul isu macet di kecamatan mana saja,” ujar Ridwan saat ditemui pada Rabu lalu. Dari keluhan dan laporan warga yang terpetakan berdasarkan wilayah itu, Wali Kota dapat langsung mengambil keputusan mengenai manajemen yang akurat.
“Pengalokasian bantuan sumber daya tidak dipukul rata, tapi dijabarkan oleh mapping tadi sesuai dengan pemetaan masalah. Tanpa Social Media Mapping ini kita hanya mengirangira atau menunggu warga komplain,” Ridwan menjelaskan.
Bukan hanya Kota Bandung yang terpikat dengan peranti lunak ini. Ridwan mengetahuinya ketika melakukan kunjungan kerja ke Kota Oakland, Amerika Serikat, yang ternyata berminat memakai software buatan perusahaan IT MediaWave ini. Pemerintah Kota Oakland bakal segera melakukan kerja sama dengan MediaWave.
“Mereka ingin pembuat media sosial ini datang ke Amerika pada Oktober 2015 untuk mengerjakan aplikasi itu bagi Kota Oakland,” ujarnya. Sedangkan aplikasi kedua, Panic Botton atau tombol panik, diluncurkan oleh Ridwan pada 10 Juli lalu. Aplikasi ini merupakan hibah dari PT Telkom Indonesia dan baru bisa diunduh di ponsel pintar berbasis Android melalui Playstore dengan nama X-igent Panic Button. Cara kerja Panic Button ini, setelah diunduh dan di-install di smartphone, pengguna perlu terlebih dulu mengisi data pribadi yang akurat disertai nomor telepon orang terdekat yang bisa dihubungi.
Setelah data dan aplikasi terpasang, pemohon bantuan harus menekan kunci “SOS” sebanyak tiga kali dari ponselnya. Pemohon bantuan akan langsung terlacak posisinya dari BCC. Petugas kepolisian yang menerima aduan langsung menghubungi petugas lapangan terdekat agar menghampiri pemohon bantuan. Ditargetkan, petugas akan langsung datang ke lokasi dalam waktu sekitar tiga menit.
Selain memencet tombol “SOS”, ke depan PT Telkom Indonesia juga menyediakan tombol khusus yang berfungsi sama. Tombol tersebut cukup dipasang di dekat lubang audio ponsel. Tombol tambahan ini rencananya bakal dilempar ke pasaran dengan harga jual sekitar Rp 50 ribu.
“Panic Button ini kerja sama dengan kepolisian, lebih berfokus pada keamanan. Tapi diregistrasi dulu data ponselnya. Pengguna harus bisa bertanggung jawab,” kata Ridwan.
Selain dua peranti lunak tersebut, ada software Project Management. “Jadi kalau ada 100 proyek infrastruktur jalan, trotoar, pengerukan, lokasinya kita bisa tahu lewat foto. Kita bisa tahu penyerapan anggaran, sehingga tidak harus selalu ke titik lokasi proyek secara fisik, cukup dipantau dari Bandung Command Centre,” Ridwan menambahkan.
Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Telematika Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bandung, Srie Dhiandini, mengatakan aplikasi Media Social Mapping terbilang sukses. Pemkot Bandung bisa langsung merespons segala keluhan dan curahan hati masyarakat terkait dengan infrastruktur dan pelayanan publik. “Bisa terlihat SKPD yang paling aktif di media sosial. Yang pertama Bina Marga, yang kedua Diskominfo,” kata Srie kepada Tempo.
Menurut Srie, ini berbeda dengan aplikasi Panic Button, yang selama 10 hari setelah di luncurkan, belum terlihat efektivitasnya. Kalaupun alarm berbunyi, panggilan tersebut berasal dari orang yang sekadar coba-coba. “Ke depan, kita lakukan uji coba lagi. Untuk ponsel berbasis iOS, BlackBerry, dan Windows belum bisa. Belum efektifnya aplikasi Panic Button juga lantaran hingga saat ini belum pernah ada gangguan keamanan nyata yang dilaporkan pengguna. Kelemahan lainnya, Srie menuturkan, petugas yang merespons panggilan ini juga tidak beroperasi 24 jam. Artinya, masih ada kekurangan pegawai. PUTRA PRIMA PERDANA