WASHINGTON – Pandangan negatif terhadap Cina meningkat dalam satu tahun terakhir di negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat. Survei Pew Research Center, lembaga survei yang berbasis di Amerika, terhadap 14.276 orang dewasa menemukan mayoritas orang di tiap negara memiliki pendapat buruk tentang Negara Tirai Bambu itu.
Menurut survei yang dilaksanakan pada 10 Juni hingga 3 Agustus lalu itu, sebanyak 81 persen responden di Australia menilai Cina kurang baik, meningkat 24 persen sejak 2019. Di Amerika Serikat, citra negatif Cina meningkat 20 persen dalam empat tahun terakhir. Sekitar tiga perempat responden di Inggris juga memandang Cina secara negatif, meningkat 19 persen sejak 2019. Pew research juga menemukan opini negatif terhadap Cina di Jerman, Belanda, Swedia, Korea Selatan, Spanyol, dan Kanada.
Salah satu alasan munculnya citra negatif itu adalah cara Cina menangani pandemi virus corona atau Covid-19. Rata-rata 61 persen responden di negara-negara yang disurvei itu menganggap Cina bertindak buruk dalam memerangi pandemi. Laporan Pew menyebutkan 37 persen responden percaya Cina menangani wabah dengan baik.
“Di beberapa negara ini, persepsi bagaimana Cina menangani virus corona tidak hanya berdasarkan cara penanganan virus di dalam negeri dan asal wabah serta penyebarannya, tapi juga bantuan kesehatan yang diberikan secara internasional,” kata Laura Silver, peneliti senior di Pew, mengatakan kepada Deutsche Welle, kemarin. Tidak hanya terhadap Cina, hasil polling itu menyatakan 84 persen responden menilai Amerika menangani wabah corona dengan lebih buruk.
Sejak 2018, Amerika dan Cina terlibat konflik perang dagang. Dalam beberapa bulan terakhir, kondisi tersebut terus memanas dengan berbagai isu, seperti pandemi corona, penangkapan spionase, dan pencabutan visa pelajar Cina. Hubungan Cina dengan Australia juga memburuk dalam dua tahun terakhir. Pada September lalu, dua reporter yang bekerja di Cina untuk media Australia dievakuasi setelah terjadi ketegangan diplomatik selama lima hari.
Survei Pew biasanya mencakup lebih banyak negara di Asia, Amerika Latin, dan Afrika ketika publik sering menawarkan pandangan yang lebih optimistis tentang Cina. Namun, menurut Silver, kondisi dan dampak pandemi secara global membuat Pew perlu membuat survei ini. Survei dilakukan melalui telepon, dengan panggilan berlangsung sekitar 15 menit.
Laporan Pew juga menunjukkan kepemimpinan Presiden Cina Xi Jinping dalam menangani pandemi. Rata-rata 78 persen responden memiliki sedikit kepercayaan atau bahkan tidak percaya kepada Presiden Xi untuk menangani wabah. “Di sebagian besar negara, persentase orang yang mengatakan mereka tidak terlalu percaya atau tidak percaya kepada dia meningkat dua digit sejak tahun lalu,” demikian bunyi laporan itu.
Meski begitu, jumlah itu masih lebih baik ketimbang kepercayaan responden terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam menangani wabah corona. Survei tersebut menunjukkan 78 persen responden menyatakan tidak percaya kepada Xi, tapi 89 persen orang mengatakan tidak percaya kepada Trump. “Kepercayaan global terhadap Xi menurun. Tapi mereka masih lebih percaya kepada dia ketimbang Presiden Trump.”
Penurunan tingkat kepercayaan terhadap Presiden Xi tidak mempengaruhi penilaian responden terhadap kekuatan ekonomi Cina. Dalam hal persepsi kekuatan ekonomi, Tiongkok bernasib relatif baik. Responden, terutama dari negara-negara di Eropa, melihat Cina sebagai kekuatan ekonomi teratas dunia. Hanya Korea Selatan dan Jepang yang menganggap Amerika sebagai kekuatan ekonomi terdepan.
Belum ada komentar dari otoritas Cina terhadap survei ini. Meski begitu, seperti dilansir The New York Times, para pemimpin Cina mungkin merasa terhibur. Sebab, dari survei itu, para responden menilai penanganan pandemi oleh Cina lebih baik dibanding Amerika. Rata-rata 84 persen orang yang disurvei di 14 negara menilai Amerika menangani corona dengan buruk. “Pada akhirnya, ini lebih merusak Amerika daripada Cina,” ujar Shen Dingli, profesor hubungan internasional di Universitas Fudan di Shanghai, kemarin. “Akan lebih baik jika Cina bersikap lebih rendah hati.”
REUTERS | AL JAZEERA | DEUTSCHE WELLE | SUKMA LOPPIES
Dialog Segi Empat Melawan Cina
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo bertemu dengan rekan-rekan dari Australia, India, dan Jepang—kelompok yang dikenal sebagai “The Quad”—untuk membahas sepak terjang Cina. Pompeo menuduh Partai Komunis Cina (PKC) melakukan “eksploitasi, korupsi, dan pemaksaan”. “Sebagai mitra dalam Quad ini, sekarang lebih penting bagi kami untuk bekerja sama melindungi orang-orang serta mitra kami dari eksploitasi, korupsi, dan pemaksaan PKC,” kata Pompeo.
Quad, atau Kelompok Inisiatif Segi Empat, pertama kali dimulai pada Mei 2007 dengan pertemuan antara Amerika, Jepang, India, dan Australia di ibu kota Filipina, Manila. Pengelompokan informal dipandang oleh para analis sebagai upaya untuk meningkatkan kerja sama dalam menghadapi Cina. Namun, ketika Beijing mengirim protes resmi tentang Quad, anggotanya mengatakan pertemuan mereka merupakan “kemitraan strategis” untuk menjaga keamanan regional.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengatakan akan berusaha mempromosikan kawasan Indo-Pasifik sebagai zona yang bebas dan terbuka. Dia juga menyatakan akan membangun hubungan yang stabil dengan negara-negara tetangga, termasuk Cina dan Rusia.
Cina, menjelang pertemuan tersebut, telah memperingatkan ihwal adanya konflik yang menargetkan pihak ketiga. Cina berharap negara-negara dalam kelompok tersebut dapat melanjutkan kepentingan bersama negara-negara di kawasan. “Juga melakukan lebih banyak hal kondusif bagi perdamaian, stabilitas, dan pembangunan kawasan, bukan sebaliknya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin.
NPR | BBC | SUKMA LOPPIES