BRUSSELS – Uni Eropa mendesak Rusia melakukan penyelidikan independen dan transparan terhadap kondisi Alexei Navalny yang diduga diracun pada pekan lalu. Eropa mengecam tindakan tersebut dan menuntut fakta di balik peristiwa keracunan oposisi Kremlin ini. “Sangat penting otoritas Rusia memulai penyelidikan independen dan transparan terhadap kasus keracunan Navalny tanpa penundaan,” ujar kepala diplomatik Uni Eropa, Josep Borrell, kemarin.
Borrel berkomentar soal ini beberapa jam setelah rumah sakit Jerman yang merawat Navalny menyatakan adanya indikasi keracunan. “Rakyat Rusia serta komunitas internasional menuntut fakta di balik keracunan Navalny. Mereka yang diduga terlibat harus dimintai pertanggungjawaban.”
Alexei Anatolyevich Navalny diduga diracun dalam perjalanan dari Tomsk ke Rusia pada Kamis lalu. Sebelum naik pesawat yang membawanya ke Rusia, Navalny minum teh di kafe di Bandara Tomsk. Dia sempat dirawat di rumah sakit di Omsk, Siberia, Rusia. Navalny kemudian dibawa ke rumah sakit di Jerman. Navalny, 44 tahun, merupakan kritikus Presiden Vladimir Putin. Pengacara dan aktivis antikorupsi ini beberapa kali masuk penjara lantaran kerap mengorganisasi protes terhadap kebijakan Kremlin.
Rumah sakit yang merawat Navalny di Berlin, Jerman, menyatakan tes awal menunjukkan indikasi dia diracun dengan zat pelumpuh saraf. Rumah Sakit Charite menyatakan, dari data-data laboratorium, Navalny diduga diracun dengan zat kimia pelumpuh saraf. Meski begitu, jenis zat yang digunakan masih belum bisa diidentifikasi.
“Substansi pastinya belum diketahui,” demikian pernyataan rumah sakit itu. Analisis secara luas telah dimulai. Efek racun, yakni the inhibition of cholinesterase atau penghambat kolinesterase, ada dalam organisme setelah beberapa kali diperiksa di laboratorium. Seperti dilansir Deutsche Welle, zat kimia itu punya dampak menghambat cholinesterase, enzim yang dibutuhkan tubuh sebagai penghubung sinyal-sinyal saraf (neurotransmitter). Zat penghambat saraf yang sering disebut anti-cholinesterase itu misalnya digunakan untuk pestisida dan agen saraf. Turunnya kegiatan cholinesterase secara ekstrem bisa membuat organ-organ tubuh tidak berfungsi dan dapat mengakibatkan kematian.
Namun tim dokter Rusia yang menangani Navalny pada akhir pekan lalu mengatakan bahwa hasil laboratorium tidak menemukan zat beracun dalam darah atau urine pasien. “Kami tidak percaya bahwa pasien menderita keracunan,” kata Anatoly Kalinichenko, wakil kepala dokter di Rumah Sakit Omsk, tempat awal Navalny dirawat. “Racun atau jejak keberadaannya di tubuh belum teridentifikasi. Mungkin diagnosis ‘keracunan’ masih tertinggal di benak kami. Tapi kami tidak percaya pasien mengalami keracunan.”
Kanselir Jerman Angela Merkel juga mendesak dilakukannya penyelidikan terhadap kasus ini. Dia menyerukan agar mereka yang berada di balik kasus keracunan ini diidentifikasi dan dimintai pertanggungjawaban. “Mengingat peran penting Navalny sebagai oposisi politik di Rusia, otoritas di sana diminta menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan transparan,” ujar Merkel dalam pernyataan bersama dengan Menteri Luar Negeri Heiko Maas. Inggris juga mendesak dilakukannya penyelidikan secara transparan.
Adapun Kremlin menyatakan bahwa otoritas setempat untuk saat ini tidak melihat hal yang mendesak untuk dilakukannya penyelidikan terhadap kasus Navalny. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan klinik di Jerman belum secara pasti mengidentifikasi zat di balik penyakit Navalny. “Tidak jelas mengapa para dokter Jerman terburu-buru menggunakan kata keracunan,” ujar dia. Peskov memastikan, jika keracunan bisa dipastikan sebagai penyebabnya, penyelidikan akan dilakukan.
MALAY MAIL | BBC | DEUTSCHE WELLE | REUTERS | CNN | SUKMA LOPPIES
10