WASHINGTON — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan otorisasi darurat terapi plasma untuk pemulihan pasien Covid-19, sebuah langkah yang disebutnya sebagai "terobosan". Perawatan ini telah diberikan kepada lebih dari 70 ribu pasien di Negeri Abang Sam.
“Terobosan ini dapat menurunkan angka kematian hingga 35 persen,” kata Trump, yang didampingi Menteri Kesehatan Alex Azar serta Kepala Badan Pangan dan Obat AS (FDA) Stephen Hahn dalam jumpa pers di Gedung Putih pada Ahad malam lalu waktu setempat.
Pengumuman itu muncul setelah berhari-hari pejabat Gedung Putih menuding adanya penundaan bermotif politik oleh FDA, dalam menyetujui vaksin dan terapi untuk penyakit yang diharapkan dapat menaikkan peluang Trump terpilih kembali.
Pengumuman FDA itu diharapkan datang lebih cepat, tapi intervensi oleh ilmuwan top AS, termasuk Dr Anthony S. Fauci, menyebabkan penundaan yang tampaknya membuat marah Trump.
Namun tuduhan perlambatan, yang disajikan tanpa bukti, hanyalah serangan terbaru dari tim Trump terhadap apa yang disebut birokrasi "negara di dalam negara (deep state)".
Trump mencuit kritik tajam tentang proses untuk menghentikan virus SARS-CoV-2, yang telah menewaskan lebih dari 177 ribu warga dan menginfeksi 5,71 juta orang Amerika.
"Negara dalam negara, atau siapa pun di FDA, membuat sangat sulit bagi perusahaan obat untuk membuat orang menguji vaksin dan terapeutik," demikian cuitan Trump. “Jelas, mereka berharap untuk menunda jawaban sampai setelah 3 November. Harus berfokus pada kecepatan dan menyelamatkan nyawa!”
Trump ingin meningkatkan jumlah jajak pendapatnya yang tertinggal dari kandidat calon presiden Partai Demokrat, Joe Biden. Konvensi Partai Republik pekan ini menjadi momentum bagi Trump untuk mengumumkan kemajuan dalam perawatan atau vaksin yang efektif agar membantu peluang pemilihannya kembali.
Plasma darah yang diambil dari pasien yang telah pulih dari Covid-19 kaya akan antibodi, sehingga dapat memberikan manfaat bagi mereka yang tengah berjuang melawan penyakit tersebut.
Meski begitu, pakar kesehatan lainnya mengatakan perlu lebih banyak studi sebelum terapi ini dijadikan pengobatan resmi. Hal ini disebabkan bukti tidak meyakinkan tentang cara kerjanya atau cara terbaik untuk mengelolanya.
Dalam sebuah surat yang menjelaskan otorisasi darurat, kepala ilmuwan FDA, Denise Hinton, mencatat bahwa plasma pemulihan Covid-19 tidak boleh dianggap sebagai standar perawatan baru untuk pengobatan pasien yang terjangkit virus SARS-CoV-2.
“Data tambahan akan diperoleh dari analisis lain dan uji klinis yang terkontrol dengan baik dan berkelanjutan dalam beberapa bulan mendatang,” demikian Hinton menulis.
Scott Gottlieb, kepala FDA pertama di era Trump, mengatakan bahwa plasma "mungkin bermanfaat" bagi pasien virus corona. Kendati demikian, dia juga mengakui kekhawatiran para ilmuwan perihal kurangnya bukti untuk pengobatan tersebut.
"Saya pikir beberapa orang ingin melihat data yang lebih akurat untuk mendasari keputusan itu," ujar Gottlieb di CBS Face the Nation.
Banyak ilmuwan dan dokter percaya bahwa plasma penyembuhan mungkin memberikan beberapa manfaat, tapi jauh dari terobosan. Tak mengherankan jika para ilmuwan menuding FDA tunduk pada tekanan Trump.
“Kepala FDA membiarkan presiden salah mengartikan keputusan perlambatan pengumuman dan menyerang integritas pegawai FDA. Saya sangat khawatir,” kata Dr Joshua Sharfstein, wakil dekan di sekolah kesehatan masyarakat Universitas Johns Hopkins, dan pejabat tinggi FDA selama pemerintahan Obama.
Namun Hahn—yang didapuk sebagai kepala FDA pada Desember lalu—mengatakan Trump telah meminta FDA mengurangi birokrasi dan mencoba untuk mempercepat produk medis ke tangan penyedia, pasien, dan konsumen Amerika.
“Keputusan untuk mengizinkan terapi ini semata-mata atas dasar sains dan data, dan bukan yang lain."
NZ HERALD | SCMP | POLITICO | CBS | DW | SITA PLANASARI AQUADINI