JENEWA - Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis daftar 112 perusahaan yang disebut-sebut terlibat pelanggaran HAM di Palestina. Perusahaan tersebut beroperasi di permukiman pendudukan Israel di Tepi Barat.
Laporan yang sempat tertunda yang dikeluarkan di Jenewa menyebutkan 94 perusahaan itu berdomisili di Israel dan 18 terdaftar di enam negara lain, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Luksemburg, Belanda, Thailand, dan Prancis.
Seorang juru bicara untuk Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi HAM PBB, mengatakan bahwa laporan itu bukan "daftar hitam". Daftar tersebut tidak dimaksudkan untuk memenuhi syarat salah satu kegiatan bisnis perusahaan yang ilegal. Namun ini adalah masalah sensitif karena perusahaan-perusahaan yang disebutkan namanya bisa menjadi sasaran boikot atau divestasi untuk menekan Israel atas permukimannya.
Laporan itu dikeluarkan menjelang pembukaan sidang tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa pada 24 Februari mendatang. "Saya sadar masalah ini telah, dan akan terus menjadi, sangat kontroversial," kata Bachelet dalam pernyataannya, kemarin.
Salah satu bisnis yang disebutkan dalam laporan itu, perusahaan penyewaan rumah Airbnb, telah mengakui memiliki daftar di permukiman tersebut. Mereka mengatakan akan menyumbangkan hasil dari setiap pemesanan di wilayah itu kepada organisasi bantuan kemanusiaan internasional. Lainnya, pembuat Cheerios, General Mills Inc, mengatakan perusahaannya terdaftar karena menggunakan sumber daya alam, khususnya air dan tanah, untuk tujuan bisnis. "Sekitar 50 persen pekerja adalah warga Palestina yang menikmati tunjangan sosial. Fasilitas manufaktur itu memberikan kepuasan bagi karyawan," kata juru bicara General Mills.
Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammed Shtayyeh lewat laman Facebook meminta perusahaan-perusahaan itu segera menutup kantor pusat dan cabang mereka di permukiman ilegal Israel. "Kehadiran mereka bertentangan dengan resolusi internasional dan PBB," demikian Shtayyeh menulis. "Palestina juga bisa menuntut kompensasi untuk penggunaan tanah yang diduduki secara ilegal," katanya.
Adapun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak laporan dan menyebutnya sebagai karya lembaga yang bias.
"Alih-alih berurusan dengan HAM, badan ini mencoba menyudutkan nama Israel. Kami menolak segala upaya seperti itu," katanya. REUTERS | AL JAZEERA | SUKMA LOPPIES