LUCKNOW - Ketika Sadaf Jafar pergi bersama ratusan orang lainnya pada Kamis lalu untuk bergabung dalam protes menentang undang-undang kewarganegaraan baru India yang kontroversial, dia mengatakan kepada anak-anaknya akan pulang malam itu. Namun perempuan berusia 43 tahun itu belum kembali hingga kini.
Aktris sekaligus aktivis itu sempat melakukan siaran langsung dari persimpangan yang ramai di ibu kota Negara Bagian Uttar Pradesh, Lucknow, di halaman Facebook-nya. Namun, ketika demonstrasi berubah menjadi bentrokan, video yang diunggahnya menunjukkan Jafar ditangkap polisi sebelum rekaman itu berakhir dengan tiba-tiba.
Khawatir akan menghilangnya Jafar, seorang kawan yang juga aktor, Deepak Kabir, pergi ke kantor polisi untuk menanyakan keberadaannya. Tapi dia juga tidak kembali. Berdasarkan dokumen yang diperoleh The Washington Post, kemarin, baik Jafar maupun Kabir kini mendekam di penjara atas tuduhan percobaan pembunuhan dan menyerang pegawai negeri.
Mereka termasuk di antara 5.500 orang yang ditangkap polisi di Negara Bagian Uttar Pradesh selama aksi protes dua pekan terakhir. Hingga kemarin tercatat 27 orang tewas dalam protes di seluruh India, 19 di antaranya di Uttar Pradesh.
Kemarin, larangan keras terus berlanjut ketika otoritas mematikan Internet di hampir seperempat negara bagian. Human Rights Watch mengatakan polisi menggunakan "kekuatan mematikan" terhadap pengunjuk rasa. "Sudah mengerikan," kata saudara perempuan Jafar, Naheed Verma. "Sudah jelas bahwa kami sedang menuju negara polisi."
Gejolak itu bermula dari pengesahan undang-undang yang menjadikan agama sebagai kriteria kebangsaan oleh parlemen India pada 11 Desember lalu. Undang-undang ini menciptakan jalur percepatan kewarganegaraan bagi imigran dari tiga negara tetangga, kecuali mereka yang beragama Islam.
Hal ini sontak menuai kritik karena dinilai merusak etos sekuler India dan menggerakkan negara itu lebih dekat menjadi negara Hindu di bawah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi. Ia membela aturan ini dengan mengatakan pemerintahannya tidak pernah mendiskriminasi berdasarkan agama. Di India, muslim menjadi minoritas terbesar dengan jumlah 200 juta orang atau seperenam populasi.
Penargetan terhadap aktivis yang menentang aturan kontroversial ini, menurut Yogendra Yadav, seorang aktivis dan ilmuwan politik, dimaksudkan untuk mengirim pesan mengerikan kepada semua orang. "Jika mereka (Jafar dan Kabir) dapat diambil, apakah ada yang aman?"
Sejak Modi terpilih kembali pada Mei lalu, masa jabatan keduanya ditandai dengan fokus pada tuntutan lama kaum nasionalis Hindu, yang menurut para lawan merupakan gangguan dari perlambatan ekonomi dan pengangguran tertinggi dalam beberapa dekade.
Pada Agustus lalu, pemerintah mencabut otonomi dan kenegaraan satu-satunya negara bagian dengan mayoritas muslim di India-Jammu dan Kashmir-serta menerapkan tindakan keras. Bulan lalu, Mahkamah Agung mengizinkan sebuah kuil Hindu dibangun di lokasi masjid abad ke-16, Babri, yang telah dihancurkan secara ilegal oleh para ekstremis Hindu pada 1990-an yang dipimpin oleh tokoh-tokoh senior di partai Modi.
Uttar Pradesh, yang terletak di jantung utara India, adalah salah satu negara termiskin dan rumah bagi sejumlah besar umat Hindu dan muslim. Menteri utama Yogi Adityanath, yang berasal dari partai yang sama dengan Modi, adalah seorang pendeta Hindu yang pernah meminta pengikutnya membunuh umat Islam.
Kendati orang-orang dari semua agama telah berpartisipasi dalam demonstrasi bulan ini, para kritikus mengatakan muslim menjadi sasaran polisi. Hampir semua yang tewas atau ditahan adalah muslim. Tim aktivis pencari fakta yang mengunjungi negara itu menuduh polisi melakukan "teror" serta "menargetkan" muslim dan aktivis.
Di Kota Meerut, Uttar Pradesh, 70 kilometer dari New Delhi, Zaheer Ahmed baru saja pulang kerja pada 20 Desember. Ia keluar untuk merokok sebelum makan siang. Beberapa menit kemudian, dia tewas ditembak di kepala.
Kematian Ahmed, juga penembakan yang menewaskan empat pria muslim lainnya pada sore yang sama di lingkungan mayoritas muslim, menjadi ledakan kekerasan paling intens dalam dua minggu protes.
Akhilesh Singh, pengawas kepolisian dari zona Kota Meerut, menuding semua korban tewas terlibat dalam kerusuhan. "Jelas mereka pasti berada di tengah-tengah kekerasan. Itu sebabnya mereka pasti terbunuh," tutur Singh kepada Reuters. THE WASHINGTON POST | AL JAZEERA | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI
Kekerasan Berlebihan untuk Meredam Protes di India