TEL AVIV - Warga Israel kemarin menuju tempat pemungutan suara dalam pemilihan umum kedua tahun ini. Ini pertama kalinya dalam sejarah Israel dua pemilihan diadakan pada tahun yang sama, setelah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu gagal membentuk pemerintahan seusai pemilihan pada 9 April.
Voting dibuka pada pukul 07.00 waktu setempat di 11.163 tempat pemungutan suara, dengan 31 partai bersaing memperebutkan 120 kursi. Sekitar 68 persen dari 5,88 juta pemilih yang memenuhi syarat di Israel, permukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki, dan Yerusalem Timur yang diduduki diperkirakan ambil bagian dalam jajak pendapat untuk memilih partai yang akan memimpin Knesset atau Parlemen Israel.
Di antara mereka yang memenuhi syarat untuk memilih adalah warga negara Arab dan Palestina di Israel, juga disebut warga Arab-Israel. Mereka mencakup sekitar 20 persen dari 9 juta warga Israel.
Bagi Sondos Shaaban, memboikot pemilu bukanlah pilihan. Perawat perempuan berusia 28 tahun dari Ramla, Israel, ini akan memilih Gabungan Arab Bersama, aliansi empat partai politik mayoritas Arab yang menjangkau spektrum dari komunis hingga Islamis.
"Ketika ada (orang-orang Arab) yang mewakili saya dalam pemerintahan, masa depan kami akan lebih baik," kata dia kepada The National, bersama putranya yang berusia 1 tahun, beberapa hari sebelum pemungutan suara.
Partai gabungan Arab ini pertama kali dibentuk untuk pemilihan 2015, dengan rekor 63 persen pemilih Arab yang memenuhi syarat berpartisipasi. Hal ini menjadikan partai tersebut masuk daftar partai terbesar ketiga di parlemen Israel.
Dalam pemilihan pada April lalu, partai ini pecah menjadi dua faksi setelah muncul perbedaan pribadi dan ideologis yang membuat aliansi semakin tegang. Perpecahan ini menyebabkan banyak pemilih Palestina dan Arab tinggal di rumah pada hari pemilihan, sehingga jumlah pemilih hanya 49 persen. Hanya satu faksi, Ram-Balad, yang melewati ambang batas minimal 3,25 persen suara untuk masuk ke parlemen.
Namun, dalam pemilu kali ini, para pemimpin partai Arab mengumumkan kembalinya Gabungan Arab Bersama. Mereka berusaha memenangi kembali konstituen dan hal itu memberi mereka energi untuk ke tempat pemungutan suara.
Bagi Shaaban, memboikot pemilihan-sebagaimana yang dipilih banyak orang Arab yang tidak puas atas partai-partai mereka dan politik Israel-bukanlah suatu pilihan.
Sementara partai-partai Arab secara historis merupakan pemain marginal dalam politik gaya koalisi negara itu, Partai Likud Netanyahu dan kandidat ekstrem kanan lainnya telah menggunakan retorika anti-Arab untuk mendesak para pendukung memilih. "Pilih Netanyahu, atau orang Arab dan kaum kiri akan mengambil alih," demikian tulisan iklan dan kampanye Likud.
Untuk merebut hati pemilih, pada masa kampanye, Netanyahu berjanji "menetapkan kedaulatan Israel atas Tepi Barat dan Lembah Yordan", yang merupakan hak negara masa depan Palestina.
Sekitar 650 ribu orang Yahudi Israel saat ini tinggal di lebih dari 100 permukiman ilegal yang dibangun sejak 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Palestina melihat wilayah ini, juga Jalur Gaza, sebagai bagian integral dari pembentukan negara Palestina pada masa depan.
Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai "wilayah pendudukan" dan menganggap semua kegiatan pembangunan permukiman Yahudi di sana ilegal.
Jajak pendapat pra-pemilu menunjukkan kemenangan bagi PM Netanyahu dan partai yang dipimpinnya, Likud berhaluan kanan. Saingan terdekat Netanyahu adalah Benjamin Gantz dan partai yang dipimpinnya, Biru dan Putih, yang berhaluan sentris.
Namun kemenangan Gantz tak menjamin perdamaian bagi warga Arab-Israel dan Palestina di wilayah pendudukan. "Gantz sendiri telah berbicara tentang pemastian penguatan kendali Israel atas Lembah Yordan jika dia berkuasa, yang hanya merupakan kedok lain untuk aneksasi yang dibicarakan Netanyahu," ujar Tareq Baconi, analis Israel-Palestina di think tank International Crisis Group kepada Al Jazeera. THE NATION | HAARETZ | AL JAZEERA | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI
Pertaruhan bagi Netanyahu
Pemilihan umum kali ini akan menjadi pertaruhan bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Pada saat kursi perdana menteri yang telah dijabatnya selama lebih dari 13 tahun tengah menghadapi tantangan, Netanyahu pada saat yang sama menghadapi dakwaan korupsi.
Jaksa Agung mengumumkan akan menyeret pria berusia 69 tahun itu ke meja hijau atas kasus penipuan, penyuapan, dan pelanggaran kepercayaan. Jika terlaksana, sidang akan diadakan setelah pemilu atau pada awal Oktober mendatang.
Banyak yang mengatakan Netanyahu akan mendapat kekebalan hukum jika terpilih kembali. Karena itu, jabatan perdana menteri menjadi penting untuk dia raih.
Alasan inilah yang membuat Netanyahu melakukan upaya apa pun demi mendapatkan dukungan dari semua kelompok Yahudi, terutama kelompok sayap kanan. Bahkan dia berjanji mencaplok daerah pendudukan Lembah Yordan di Tepi Barat bagi pemukim Yahudi jika memenangi pemilu.
Tak hanya di dalam negeri, Netanyahu juga berupaya meraih dukungan internasional untuk jabatannya dengan berkunjung ke beberapa negara, termasuk menemui Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Netanyahu lahir di Tel Aviv pada 1949, setahun setelah Israel didirikan. Dari hasil pernikahan dengan istrinya, Sara, dia memiliki dua putra. Satu anak perempuan didapat dari pernikahan Netanyahu dengan istri sebelumnya.
Anak seorang profesor sejarah itu menghabiskan sebagian besar waktunya di Amerika Serikat. Dia menamatkan studi di kampus bergengsi Institut Teknologi Massachusetts.
Dia mendapat pengalaman militer lewat dinas dengan unit elite dan pernah tertembak dalam pertempuran. Lepas dari militer, karier Netanyahu semakin moncer, terlebih setelah dia ditugaskan menjadi Duta Besar Israel untuk Amerika dan menjabat Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Netanyahu menjadi Perdana Menteri Israel termuda pada 1996, yakni pada usia 46 tahun, meskipun dikalahkan tiga tahun kemudian. Dia kembali berkuasa pada 2009 dan menjabat hingga saat ini. FRANCE24 | SITA PLANASARI AQUADINI