Kigali -- Presiden Prancis Nicholas Sarkozy mengakui, negaranya juga bersalah dalam peristiwa genosida pada 1994 di Rwanda. Dalam peristiwa tersebut, 800 ribu nyawa melayang.
Kendati mengaku bersalah, Sarkozy, seperti dilaporkan kemarin, tidak menyampaikan permintaan maaf secara resmi. Diduga, sikap Sarkozy ini karena dia hanya melihat Prancis terlibat dalam melatih dan mempersenjatai milisi Hutu. Sedangkan pembunuhan massal terhadap suku Tutsi dan warga Hutu moderat dilakukan oleh tentara.
"Apa yang terjadi di sini bertentangan dengan kemanusiaan," kata Sarkozy dalam kunjungan pertamanya yang sekaligus menjadi kunjungan pertama pemimpin Prancis dalam 25 tahun terakhir ke Rwanda.
Dia menambahkan, "Apa yang terjadi di sini harus menjadi cerminan bagi masyarakat internasional, termasuk Prancis, agar kita terhindar dari kejahatan mengerikan ini." Pada kesempatan itu Sarkozy juga meminta agar semua yang terlibat dalam genosida itu diburu dan dihukum.
"Seharusnya tidak ada kebingungan. Kita ingin semua yang bertanggung jawab dikejar dan dihukum," ujarnya setelah bertemu dengan Presiden Rwanda Paul Kagame di Uruwiro.
Sarkozy menyebutkan, baru-baru ini negaranya menolak memberikan suaka politik kepada salah seorang yang terlibat genosida. Selain itu, pemerintahannya tengah memeriksa beberapa orang lainnya.
Pada 2006, hakim Prancis mengeluarkan surat perintah penahanan internasional terhadap delapan pejabat Tutsi yang dekat dengan Presiden Kagame. Disebutkan, mereka telah sengaja memprovokasi genosida terhadap rakyat mereka sendiri dengan membunuh seorang presiden Hutu moderat pada Mei 1994.
Dalam kunjungannya ke Rwanda, Sarkozy mengunjungi Gabon dan melakukan kunjungan mendadak ke Mali untuk bertemu dengan pekerja kemanusiaan Prancis, Pierre Camatte, yang dibebaskan pekan ini setelah hampir tiga bulan disekap oleh kelompok Islam garis keras.INDEPENDENT | ALL AFRICA | SUNARIAH