Jerat Hukum Pemalsuan Akta Cerai
Pemalsuan akta perceraian tergolong tindak pidana. Apa langkah hukum yang bisa ditempuh jika pasangan Anda melakukannya?
Halo Klinik Hukum Perempuan, saya Tiurida (26 tahun). Saya ingin berkonsultasi tentang masalah yang dihadapi oleh ibu saya (60 tahun/pensiunan PNS). Dua minggu lalu, ibu saya menerima telepon dari teman semasa di SMP yang sudah puluhan tahun tidak bertemu. Teman ibu saya tersebut mengatakan bahwa ia mendapat cerita dari istri pendeta di gerejanya bahwa suami ibu saya, ayah saya, menikah secara agama di gereja tersebut dengan bukti kopi akta perceraian. Intinya, ia bertanya apakah ibu saya telah bercerai dengan ayah saya? Tentu saja kabar tersebut mengagetkan kami karena ibu dan ayah telah 30 tahun menikah hingga saat ini masih berstatus suami-istri atau tidak bercerai.
Lalu saya berinisiatif mengajak ibu untuk bertemu dengan pendeta yang konon menikahkan ayah dengan perempuan lain. Ternyata benar ayah saya telah menikah lagi dengan bukti kopi akta cerai. Pendeta memberikan kopi akta cerai dan foto-foto pemberkatan pernikahan gereja ayah dengan perempuan lain kepada kami dan menyarankan agar kami mengecek kebenaran akta tersebut ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) sesuai dengan wilayah yang tertera di akta tersebut, sebelum mengambil langkah hukum.
Pada saat kami ke Dinas Dukcapil, akta perceraian tersebut dinyatakan palsu. Dinas Dukcapil tidak pernah mengeluarkan akta perceraian tersebut. Ibu sangat marah, sedih, dan kecewa. Apa yang harus kami lakukan? Apakah ibu harus melaporkan ayah ke polisi dengan kasus pemalsuan seperti saran pendeta dan pihak Dinas Dukcapil? Apa dasar hukum untuk mempidanakan ayah saya? Terima kasih atas bantuannya.
Tiurida
Jakarta
Halo, Tiurida. Terima kasih sudah menghubungi Klinik Hukum Perempuan. Kami turut prihatin atas kasus yang menimpa ibu Anda. Berikut ulasan kami atas pertanyaan Anda. Semoga dapat membantu Anda dan ibu untuk mencari solusi atas penyelesaian masalah ini, termasuk mengambil pilihan proses hukum.
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai pemalsuan akta perceraian, yang dilakukan oleh ayah Anda sehingga dapat menikah lagi secara agama, berikut persyaratan untuk mengajukan permohonan atau mendapatkan akta perceraian dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
• | Mengisi formulir Permohonan Akta Perceraian; |
• | Melampirkan kopi KTP elektronik pemohon; |
• | Melampirkan kopi kartu keluarga (KK) pemohon; |
• | Menyerahkan Akta Perkawinan asli; |
• | Menyerahkan surat keterangan panitera pengadilan negeri asli; dan |
• | Melampirkan kopi putusan pengadilan negeri yang sudah berkekuatan hukum tetap. |
Dari persyaratan tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu ketentuan untuk mengajukan permohonan akta perceraian harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan lampiran surat keterangan panitera dari pengadilan negeri. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 34 ayat 2 dan Pasal 35 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pasal 34 ayat 2 PP 9/1975:
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh pegawai pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 35 ayat (1) PP 9/1975:
Panitera pengadilan atau pejabat pengadilan yang ditunjuk berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa bermeterai, kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi, dan pegawai pencatat mendaftar putusan perceraian dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
Ilustrasi dokumen pernikahan. TEMPO/ Nita Dian
Dengan demikian, jelas bahwa pasangan suami-istri non-muslim yang hendak memutus ikatan perkawinannya harus mengajukan permohonan atau gugatan perceraian di pengadilan negeri. Sedangkan pasangan suami-istri yang beragama Islam mengajukan permohonan atau gugatan perceraian di pengadilan agama.
Setelah putusan perceraian yang telah inkracht dikeluarkan oleh pengadilan, bagi non-muslim, para pihak yang bercerai harus melaporkannya ke instansi yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan tentang urusan administrasi kependudukan. Batas waktunya adalah 60 hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian tersebut inkracht. Berdasarkan laporan tersebut, pejabat pencatatan sipil mencatatnya pada register akta perceraian dan menerbitkan kutipan akta perceraian.
Bagi yang beragama Islam, akta cerai diberikan oleh panitera pengadilan agama atau pengadilan tinggi agama kepada masing-masing suami dan istri yang bercerai. Perceraian dianggap telah terjadi, beserta segala akibat-akibatnya, terhitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang telah berkekuatan hukum tetap.
Ilustrasi suami menunjukan akte perceraian. PEXELS
Jerat Hukum Pemalsuan Dokumen Autentik
Kembali kepada permasalahan ayah Anda, pemalsuan akta perceraian telah dibuktikan oleh pernyataan Disdukcapil dan fakta ibu Anda yang tidak pernah atau belum bercerai dari ayah Anda melalui pengadilan negeri. Maka tindakan tersebut dikategorikan sebagai pemalsuan akta autentik.
Pengertian akta autentik merujuk pada ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal itu menyebutkan bahwa suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh/atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta dibuat.
Mengenai pemalsuan akta autentik yang berhubungan dengan administrasi kependudukan diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Ancaman pidananya diatur dalam pasal-pasal berikut.
Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama yang masih berlaku, pemalsuan akta autentik dikategorikan sebagai pemalsuan surat yang di antaranya merupakan akta autentik. Adapun ancaman pidananya diatur dalam pasal di KUHP sebagai berikut.
Saat ini, Indonesia juga telah memiliki regulasi untuk melindungi data pribadi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Apabila dihubungkan dengan UU PDP, status perkawinan ibu dan ayah Anda yang hingga saat ini belum bercerai atau masih berstatus menikah merupakan bagian dari data pribadi yang biasanya tertera dalam Kartu Tanda Penduduk, kartu keluarga, Akta Nikah, dan dokumen-dokumen lainnya yang harus mencantumkan status perkawinan.
Manakala data pribadi tersebut diubah oleh ayah Anda tanpa sepengetahuan ibu Anda untuk kepentingan atau keuntungan pribadi ayah Anda, tindakan ayah Anda dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar UU PDP. Dalam hal ini, kepentingan atau keuntungan ayah Anda adalah agar dapat menikah lagi dengan perempuan lain yang bukan istrinya. Adapun ketentuan pidana yang diatur dalam UU PDP sebagai berikut.
Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh
Selanjutnya, upaya hukum yang bisa ditempuh bergantung pada keinginan ibu Anda. Pertama, ibu Anda dapat meminta pembatalan pemberkatan pernikahan gereja kepada pendeta yang sudah melakukan pemberkatan dengan mencabut sertifikat menikah gereja. Kedua, ibu Anda dapat membuat laporan polisi mengenai pemalsuan akta autentik berupa akta perceraian.
Pelaporan ke polisi dilakukan di kepolisian resor (polres) sesuai dengan lokus atau terjadinya perkara. Untuk mengetahuinya, bisa melihat pada bukti akta perceraian, di kota atau provinsi mana akta perceraian palsu tersebut dikeluarkan. Ketiga, dasar hukum yang dipaparkan di atas, yakni UU Adminduk, KUHP, dan UU PDP, dapat menjadi acuan ibu Anda pada saat pelaporan, sehingga polisi mengkonstruksikan perkaranya sesuai dengan perbuatan ayah Anda kepada ibu Anda.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan, ibu Anda perlu menyiapkan bukti-bukti sebelum melapor. Bukti itu meliputi kopi akta perceraian yang dipalsukan, surat pernyataan tertulis dari Dinas Dukcapil yang menyatakan bahwa akta perceraian tersebut palsu atau tidak pernah dikeluarkan, serta akta nikah dan sertifikat menikah gereja. Ibu Anda juga perlu menyiapkan daftar saksi, seperti pendeta, pihak Dinas Dukcapil, serta Anda.
Sekian uraian kami atas permasalahan Anda. Semoga dapat membantu Anda dan ibu Anda dalam mencari keadilan.
Sri Agustini
Advokat Probono LBH APIK Jakarta