maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Google

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin


Ditjen EBTKE

Target Bauran Energi, Bioavtur J2.4 Buktikan Performa Setara Avtur Fosil

Bahan bakunya dari minyak inti sawit. Dikembangkan oleh peneliti ITB dan diproduksi oleh Pertamina. Bioavtur J2.4 terbukti menunjukkan performa yang setara dengan bahan bakar avtur fosil.

arsip tempo : 171168925984.

Menteri ESDM Arifin Tasrif berfoto bersama pada Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-200 FTB (Flying Test Bed) milik PT Dirgantara Indonesia, menggunakan campuran bahan bakar bioavtur, hari ini, Rabu, 6 Oktober 2021 di Hanggar 2 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF), Tangerang.. tempo : 171168925984.

Tangerang – Setelah sukses dengan program Mandatori B30 untuk sektor transportasi darat, pemerintah kembali berhasil menguji pemanfaatan bahan bakar nabati pada sektor transportasi udara. Pesawat CN235-200 FTB (Flying Test Bed) milik PT Dirgantara Indonesia sukses menempuh jarak Bandung – Jakarta dengan menggunakan campuran Bioavtur 2,4 persen.

“Penerbangan perdana menggunakan bahan bakar nabati, campuran Bioavtur 2,4 persen yang telah dinanti Bangsa Indonesia akhirnya terlaksana,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Rabu 6 Oktober 2021, di Hanggar 2 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF), Tangerang.

Keberhasilan ini melalui jalan panjang. Dimulai dari sinergi penelitian antara Pertamina Research & Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB). Uji coba ini adalah salah satu strategi percepatan implementasi energi baru terbarukan. Tujuannya mencapai target bauran energi EBT 23 persen pada 2025 dan penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satu caranya dengan melakukan substitusi energi primer dan final dengan teknologi eksisting.

Pada 2012, tim peneliti mengembangkan katalis “merah-putih” untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur. Selanjutnya, PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) melakukan uji produksi co-processing skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap. Pertamina mengolah campuran RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin menggunakan katalis merah putih. Di sini, tim berhasil memproduksi bioavtur 2,4 persen-v yang disebut dengan J2.4.

Pemerintah lalu melakukan serangkaian uji teknis. Termasuk pelaksanaan uji terbang pada 8 September hingga 6 Oktober 2021. Diantaranya termasuk menguji In-flight Engine Restarting. Keberhasilan ini akan menjadi tahap awal meningkatkan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara. Dengan tujuan meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Kegiatan ini tercantum dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Hilirisasi Industri Katalis dan Bahan Bakar Biohidrokarbon yang dikoordinir Kementerian ESDM. Juga masuk dalam Prioritas Riset Nasional (PRN) Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar Nabati berbasis Minyak Sawit dan Inti Sawit. Riset ini dikomandoi oleh Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN).

Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 mewajibkan pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3 persen pada tahun 2020. Pada 2025 persentase akan ditambah menjadi bioavtur 5 persen. “Penelitian dan pengembangan akan terus dilakukan. Agar dapat menghasilkan produk J100 dan bioavtur bisa dipakai oleh seluruh maskapai Indonesia, dan bahkan mancanegara,” kata Arifin.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Menteri Arifin mengharapkan dukungan semua pihak dalam tahapan-tahapan uji berikutnya. Termasuk penyusunan peta jalan komersialisasi. Menurutnya, industri aviation biofuel dapat terwujud apabila ada sinergi positif. Yaitu kerjasama antara pemerintah sebagai regulator, lembaga-lembaga penelitian, produsen bioavtur, serta pengguna aviation biofuel atau pihak operator penerbangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang hadir secara virtual, menyampaikan konsep triple helix dalam uji terbang bioavtur telah dilakukan dengan baik. Maksudnya adalah kolaborasi tiga pihak antara perguruan tinggi, industri dan pemerintah. Ia berharap momentum ini menjadi salah satu upaya mewujudkan Indonesia berbasis riset dan inovasi.

Ia mengatakan suksesnya uji terbang bioavtur ini menambah rasa percaya untuk memanfaatkan sumber daya domestik. Khususnya minyak sawit sebagai strategi membangun kemandirian energi nasional. Hal ini akan berdampak pada pengurangan ketergantungan energi dari impor. “Sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Airlangga.

Menurutnya, agar dapat terealiasi, keekonomian Bioavtur J2.4 harus terpenuhi. Dengan cara memanfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah. Seperti super tax deduction untuk riset maupun insentif non fiskal. Dengan perkiraan konsumsi avtur harian sekitar 14 ribu KL, maka potensi pasar bioavtur J2.4 akan mencapai sekitar Rp 1,1 Triliun pertahunnya. Tentunya, kata Airlangga, ini akan menjadi pangsa pasar yang besar bagi pengembangan industri sawit nasional.

Mengacu Paris Agreement, sektor aviasi termasuk ke dalam Top 10 Global CO2 Emitter. Emisi sektor ini diprediksi akan meningkat tajam di pertengahan abad. Emisi CO2 dari sektor penerbangan diperkirakan menyumbang sebesar 2,1 persen dari kontribusi global. Oleh karena itu, organisasi penerbangan sipil internasional atau International Civil Aviation Organization (ICAO) telah mengeluarkan target aspirasional. Yaitu efisiensi bahan bakar sebesar 2 persen per tahun hingga 2050 dan mencapai pertumbuhan karbon netral tahun 2020.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengatakan bioavtur J2.4 terbukti menunjukkan performa yang setara dengan bahan bakar avtur fosil. Sejak 2014, Pertamina telah merintis penelitian dan pengembangan bioavtur melalui Unit Kilang Dumai dan Cilacap. Nicke menjelaskan bahwa performa bioavtur sudah optimal. Perbedaan kinerja bahan bakar nabati yang diproduksi PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) unit Cilacap ini hanya 0,2 hingga 0,6 persen dari kinerja avtur fosil.

“Bioavtur J2.4 mengandung nabati 2,4 persen. Ini merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada,” ujar Nicke. Ia menambahkan PT KPI Unit Cilacap didapuk memiliki kapasitas teknis untuk mengembangkan bioavtur nasional. Tak lepas dari portfolio bisnis unit kilang Cilacap sebagai produsen Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Aviation Turbine terbesar di Indonesia. Kilang ini mencatat angka produksi tertinggi 1.852 ribu barrel sepanjang tahun 2020.

Pengembangan bioavtur J2.4 melalui dua tahapan penting. Awalnya, proses produksi dilakukan oleh Pertamina di PT KPI Unit Dumai melalui Distillate Hydrotreating Unit (DHDT). Tahap pertama adalah proses ‘hydrodecarboxylation’. Targetnya memproduksi diesel biohidrokarbon dan bioavtur dalam skala laboratorium. Tahap kedua adalah proses ‘hydrodeoxygenation’. Pada tahap ini, Pertamina memproduksi diesel biohidrokarbon yang lebih efisien.

Pada 2020, PT KPI Unit Dumai berhasil memproduksi Diesel Biohidrokarbon D-100. Diesel ini murni 100 persen berasal dari bahan baku nabati yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). RBDPO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas. Serta melewati proses penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau. Tahap awal tersebut menjadi langkah penting pengembangan green product termasuk green diesel dan bioavtur.

Katalis merah putih untuk bioavtur diproduksi dalam fasilitas milik Clariant Kujang Catalyst di Cikampek. Supervisi oleh team RTI (Research Technology and Innovation) PT Pertamina. Sementara di Unit Kilang Cilacap, pengembangan bioavtur dilakukan di dalam Treated Distillate Hydro Treating (TDHT).

Dalam kilang ini, bioavtur dibuat dari bahan baku minyak inti kelapa sawit atau Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) dan avtur fosil. Kapasitas produksi Bioavtur di Unit Kilang Cilacap mencapai 8 ribu barrel per hari. Produksi akan ditingkatkan dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar mulai 2023.

Dalam kegiatan uji statik, Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF) Andi Fahrurrozi menerangkan GMF mematuhi manual yang diterbitkan oleh manufaktur mesin pesawat. GMF juga menjalankan prosedur khusus agar avtur jet A1 dan bioavtur J2.4 tidak tercampur saat pengujian.  Sehingga memberikan hasil yang representatif dan akurat. “Hasilnya, performansi keduanya sangat dekat. Tidak ada perbedaan yang signifikan. Sehingga bioavtur J2.4 diputuskan layak untuk menjalani tahapan uji non-statis ke pesawat CN235-220”, tutur Andi.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyatakan BPDPKS berkomitmen terus memberikan kontribusi dan dukungan dana penelitian. Dalam rangka mendukung program pemerintah mencapai target bauran energi. Diantaranya dukungan riset untuk pengembangan biodiesel, pengembangan biohidrokarbon lainnya serta pemanfaatan biomassa menjadi energi.

Pendanaan penelitian diberikan kepada ITB. Tim peneliti diketuai oleh Prof. Subagjo. Hasilnya, inovasi pengolahan dan produksi green diesel, green gasoline yang disebut bensin sawit. Serta green avtur yang disebut sebagai bioavtur. Dukungan pendanaan untuk pengujian bioavtur ini diberikan mulai dari pengujian statis hingga uji terbang.

Pengujian bioavtur secara akademis telah dimulai di Fakultas Mesin dan Dirgantara ITB sejak tahun 2012 dalam skala laboratorium. Iman K Reksowardojo, Tim Peneliti Uji Terbang Bioavtur ITB mengungkapkan penelitian ini telah membidani beberapa Doktor, Master dan Sarjana. Baik dari dalam maupun luar negeri. Serta melahirkan jurnal ilmiah internasional bereputasi tinggi, bekerja sama dengan Hokkaido University, Jepang, Asean University Networking/Southeast Engineering Education Development (AUN/SEED-Net), JICA dan Pertamina.

Ketua Tim Peneliti Katalis ITB, Prof. Subagjo berharap keberhasilan penelitian ini memicu gelombang besar kesuksesan riset bidang teknologi proses di tanah air. Sehingga bisa diadopsi oleh bidang-bidang lain untuk menghasilkan perubahan yang sama, bahkan lebih besar. (*)

Konten Eksklusif Lainnya

  • 29 Maret 2024

  • 28 Maret 2024

  • 27 Maret 2024

  • 26 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan