Anak Indonesia Harus Dihindarkan dari Penurunan Pembelajaran
Jakarta – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan saat ini pihaknya sedang memprioritaskan kebutuhan anak-anak Indonesia. Di situasi pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini, ia mengingatkan, terjadi risiko penurunan pembelajaran atau learning loss terhadap mereka. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut.
“Khususnya di masa pandemi ini, kita perlu bergotong royong menghindarkan anak-anak kita dari risiko learning loss,” ucapnya saat memberi sambutan pada Hari Anak Nasional 2021, Jumat, 23 Juli 2021.
Nadiem mengatakan, saat ini kebutuhan anak di tengah dinamisnya perubahan global adalah kemampuan untuk berpikir kritis. Salah satu cara terbaik untuk membangun kemampuan tersebut, menurutnya, adalah dengan membaca. Ia meminta dukungan semua pihak mulai dari orang tua, guru, dan kepala sekolah untuk membangun budaya membaca agar tercipta budaya literasi.
Bagi peserta didik yang masih melakukan pembelajaran jarak jauh, Nadiem meminta untuk bersabar sampai kondisi pandemi membaik. Begitu pun siswa yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka terbatas, ia mengimbau untuk tetap menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin. “Tidak kalah penting, jangan lupa untuk terus membaca,” ujarnya. Di rumah, selain membaca buku pelajaran, siswa juga perlu membaca buku nonpelajaran. Orang tua diharapkan mendampingi dan mengajak anaknya berdiskusi tentang buku yang dibaca.
Nadiem mengimbau seluruh anak Indonesia untuk membaca buku apapun yang disuka. Sebab, katanya, membaca dapat membantu menjaga semangat belajar di tengah kondisi yang penuh tantangan. “Membaca dapat meningkatkan kemampuan literasi dan kemampuan berpikir kritis kita,” ucap Nadiem.
Sementara itu, pengamat pendidikan Andreas mengatakan, penurunan pembelajaran atau learning loss memang terjadi di semua negara selama pandemi COVID-19. Namun, untuk negara berkembang seperti Indonesia, kondisi yang dirasakan menjadi tantangan yang sangat berat. Pasalnya, tidak adanya kesiapan dalam mengantisipasi keadaan.
Menurut akademisi dari Oxford University, Carmen Belafie dan Michelle Kaffenberger, penutupan sekolah selama pandemi berdampak signifikan terhadap anak. Menurut mereka, siswa kelas III SD yang tidak belajar selama enam bulan berpotensi mengalami kemunduran kemampuan belajar 1,5 tahun. Siswa kelas I SD yang tidak belajar enam bulan kemampuan belajarnya mundur 2,2 tahun.
Hal ini akan berdampak ketika anak naik ke jenjang pendidikan lebih tinggi, bahkan hingga dewasa. Mereka berpotensi kehilangan 15-20 persen pendapatan tahunan di masa depan. Hal ini merugikan mengingat Indonesia tengah berada dalam bonus demografi.
Setelah berjalan lebih dari satu tahun pembelajaran jarak jauh, terjadi perbaikan dari cara penyampaian pembelajarannya. Menurut Andreas, ia mulai melihat adanya kemajuan karena perhatian terus menerus guru kepada siswanya. “Guru mulai terbiasa sehingga ada perbaikan-perbaikan,” katanya kepada Tempo, Kamis, 29 Juli 2021.
Guna menghindari penurunan pembelajaran, Andreas mengatakan, guru dapat didorong untuk memberikan bahan bacaan kepada peserta didik atau memberikan tugas yang menciptakan budaya membaca. Dia menyebutkan, kunci untuk terhindar dari learning loss adalah membaca. “Harus ada terobosan baru dalam penugasan. Jadi dia mau belajar dan membaca buku,” katanya.
Andreas berharap pelaksanaan vaksinasi bagi tenaga pendidik dan peserta didik dipercepat. Apabila vaksinasi rampung, pembelajaran tatap muka terbatas dapat dilakukan. Hal ini untuk menghindari kekhawatiran terus berlangsungnya learning loss.