Selama ini, para ilmuwan dibikin bingung oleh kenyataan bahwa air panas lebih cepat membeku dibanding air dingin. Fakta itu pertama kali diamati oleh Aristoteles pada abad keempat Masehi.
Pada 1960, ilmuwan asal Tanzania bernama Erasto Mpemba memberikan teori yang mampu menguak misteri itu. Menurut dia, campuran terpanas es krim dapat membeku lebih cepat daripada yang dingin.
Teori Mpemba ini—yang kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Efek Mpemba—mengilhami sebuah dokumen teknis tentang subyek tersebut. Namun perihal sebab dan akibatnya hampir tidak dipelajari sampai sekarang.
"Ini adalah efek yang secara historis belum ditangani dengan cara yang benar, tapi hanya sebagai anomali dan keingintahuan didaktis," kata Antonio Prados, salah seorang peneliti dari jurusan fisika teoretis di Universidad de Sevilla, Spanyol.
Tim fisikawan asal Spanyol yang berasal dari tiga perguruan tinggi terkemuka, yakni dari Universidad Carlos III de Madrid, Universidad de Extremadura, serta Universidad de Sevilla, berembuk bersama dan sepakat melakukan penelitian untuk membuka selubung misteri itu.
Kerja yang luar biasa. Untuk pertama kalinya, tim fisikawan tersebut mengetahui bagaimana dan mengapa paradoks yang dikenal sebagai Efek Mpemba itu dapat terjadi. Hasil penelitian itu mereka publikasikan dalam jurnal Physical Review Letters.
Semua itu terjadi karena cairan granular, yaitu partikel yang sangat kecil dan berinteraksi di antara mereka yang kehilangan sebagian energi kinetiknya.
"Berkat karakterisasi teoretis ini, kami bisa mensimulasikannya di komputer dan melakukan perhitungan analitis untuk mengetahui bagaimana dan kapan Efek Mpemba terjadi," kata Antonio Lasanta, salah seorang peneliti.
Sebenarnya, Lasanta melanjutkan, timnya tak hanya menemukan Efek Mpemba, tapi juga efek sebaliknya. "Pendakian yang paling dingin bisa lebih cepat, yang akan disebut Efek Mpemba terbalik."
Tim peneliti menggunakan dua gelas air, dengan yang satu lebih panas. Lalu keduanya diletakkan di dalam mesin pembeku. Jika Efek Mpemba berlaku, air yang lebih panas akan mencapai nol derajat lebih cepat daripada yang dingin.
Di dalam setiap gelas kimia, molekul yang membentuk air mengerumuni segala arah. Hasilnya terlihat. Di air hangat, molekul bergerak lebih cepat. Sebaliknya, gerakan molekul yang lebih lambat terjadi di air yang lebih rendah suhunya.
Di air dingin, gerakannya melambat seperti merangkak. Bahkan molekul terjebak di tempat atau seperti menggeliat lemah di tempat di air yang membeku.
Tim Lasanta menganalisis versi sederhana dari situasi ini. Partikel dalam cairan adalah bola kecil yang kehilangan sedikit energi setiap kali bertabrakan satu sama lain. Keyakinan yang diterima secara luas menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan setiap gelas air untuk membeku hanya bergantung pada suhu awalnya.
Partikel di air panas bergerak lebih cepat, yang berarti mereka memiliki lebih banyak perlambatan. Jadi, semakin panas cairannya, semakin lama waktu yang dibutuhkan.
Namun para peneliti menemukan bahwa suhu bukanlah satu-satunya faktor penting. Jika partikel air seperti semut yang berkeliaran di sekitar sarang, suhu seluruh cairan sesuai dengan kecepatan rata-ratanya.
Hal ini memungkinkan para peneliti memahami skenario apa yang lebih mudah terjadi, yang merupakan salah satu kontribusi utama dari penelitian ilmiah tersebut.
"Berkat ini, kami telah mengidentifikasi beberapa bahan, sehingga efeknya terjadi pada beberapa sistem fisik yang dapat kami gambarkan dengan baik secara teoretis," kata peneliti Francisco Vega Reyes dan Andres Santos.
Mereka menjelaskan, skenario yang paling mudah terjadi adalah kecepatan putaran sebelum pemanasan atau pendinginan memiliki disposisi tertentu. "Misalnya dengan dispersi tinggi di sekitar nilai rata-rata."
Dengan cara ini, menurut para peneliti, evolusi suhu fluida dapat terpengaruh secara signifikan jika keadaan partikel disiapkan sebelum pendinginan.
FIRMAN ATMAKUSUMA | SCIENCEDAILY | COSMOS MAGAZINE
Menguak Misteri Efek Mpemba