Setelah memutuskan menanggalkan posisi Chief Product Officer Go-Jek, dua tahun lalu, Rama Notowidigdo memutuskan melancong ke berbagai daerah di Indonesia. Tujuannya untuk melihat sejauh penetrasi digital dan permasalahannya, khusus terkait dengan hal yang dibutuhkan masyarakat.
Dari pengamatan tersebut, Rama menemukan penetrasi inklusi keuangan masih belum merata, khususnya akses pembiayaan. Di rentang waktu itulah, ia secara tidak sengaja menceritakan temuannya kepada Dino Setiawan.
Dino, yang memiliki latar belakang keuangan, kebetulan juga pernah menjalankan sebuah entitas teknologi keuangan (fintech) di Amerika Serikat. "Di sana kami merasa cocok. Juni 2017, kami langsung sepakat untuk membentuk AwanTunai," kata Dino, yang didapuk sebagai Kepala Eksekutif AwanTunai, kepada Tempo di bilangan distrik khusus sentral bisnis (SCBD) Jakarta, Rabu lalu.
AwanTunai merupakan sebuah entitas fintech yang bisa memberikan pendanaan alternatif bagi pelaku usaha. Layaknya entitas serupa lainnya, Dino juga menjamin kemudahan pinjaman mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 50 juta bagi konsumen yang membutuhkan. Pinjaman bisa dilunasi sesuai dengan kemampuan, dari sepekan hingga setengah tahun. Target penerima pinjaman adalah para pelaku usaha dan pemilik warung atau toko berbagai sektor, seperti toko bahan pokok dan pertanian.
Dino mengungkapkan sudah mau membangun teknologi keuangan pada 2012. "Tapi saat itu ekosistemnya sepi sekali, seperti padang pasir," ujar Dino.
Untungnya, Rama, yang juga menjadi pendiri dan advisor di belakang layar, memiliki banyak sumber daya manusia dan akses pendanaan yang cukup mumpuni. Toh, lima tahun berselang, menurut Dino, ekosistem dan kesadaran masyarakat terhadap teknologi sudah banyak membaik.
Namun, yang membedakan AwanTunai dengan fintech lainnya ada pada konsep pembiayaannya. Dino mengatakan perusahaannya tak hanya mengejar membuka channel pinjaman semata.
AwanTunai tidak hanya mengincar pangsa pasar pelaku usaha kecil-menengah di tingkat hilir. "Para middle man pada sebuah rantai pasokan juga kami gandeng," ujar Dino. Hal ini dilakukan agar tercipta sebuah ekosistem pembiayaan yang kondusif dari sisi keberlangsungan dan penanggulangan terhadap risiko kredit macet.
Menurut Dino, membentuk suatu komunitas internal seperti itu justru bisa mempercepat penetrasi keuangan di masyarakat. Dia menambahkan, hubungan antar-layer dagang pada dasarnya merupakan bentukan dari budaya yang sudah berlangsung lama. "Pedagang di daerah biasanya saling kenal, begitu juga ke pembeli."
Entitas yang sedang menginjak dua tahun ini sudah dipercaya oleh lebih dari 22 ribu debitor. Kepala Operasional AwanTunai, Windy Natriavi, mengatakan pelaku usaha cukup mengunduh aplikasi atau mengunjungi situs AwanTunai. "Semua proses secara digital. Tanda tangan pun kami gunakan e-signature resmi," ujarnya.
Untuk memupuk kepercayaan masyarakat, AwanTunai sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sebagai fintech lending/ pinjaman yang memang berfokus di UKM. Selain itu, dana yang disalurkan merupakan dana institusi resmi. AwanTunai menawarkan bunga pinjaman lebih tinggi dibanding bank. Meski lebih mahal dari bank, bunga AwanTunai masih lebih rendah dibanding peer to peer yang mematok sampai 20 persen.
Windy mengatakan penyaluran dana mitra institusional menyesuaikan dengan visi Dino yang berkiblat ke Amerika Serikat. Di sana, fintech menjadi mitra perbankan untuk menggarap daerah rural, khususnya usaha kecil-menengah.
Saat ini AwanTunai mendapat sokongan penyaluran pendanaan sekitar Rp 600 miliar dari KreditPlus. "Kami tidak mau bersaing dengan bank, jadi tak perlu deposito yang bisa meningkatkan cost of fund," kata Windy.
Toh, dengan mengolah uang mitra, pengoperasian dan manajemen risiko AwanTunai menjadi lebih bagus karena kerap mendapat masukan dari mitra. Selain itu, kepercayaan untuk menjalin kerja sama dengan mitra potensial membesar. Saat ini AwanTunai menjalin kerja sama dengan PT Blue Bird dan PT Indosat Ooredoo (Tbk) untuk menyediakan pinjaman telepon seluler pintar ke pegawai dan rekanannya. Begitu pun dengan Unilever yang meminta bantuan pemasaran sebuah produk rumah tangga. "Sekarang kami sedang ingin ekspansi ke luar Jabodetabek," kata Windy. ANDI IBNU
Profil