JAKARTA – Pandemi Covid-19 berdampak terhadap semua sektor, tak terkecuali usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa mayoritas usaha kecil-menengah mencatatkan penurunan omzet lebih dari 30 persen pada tahun ini. “Sedangkan jumlah UMKM yang terkena dampak mencapai 63,9 persen,” ujar Airlangga dalam acara Festival #SampoernaUntukUMKM bertajuk “UMKM sebagai Penggerak Kebangkitan Ekonomi Nasional”, yang digelar Tempo, Selasa, 15 Desember lalu.
Masalah yang dihadapi UMKM saat pandemi Covid-19, kata Airlangga, adalah sulitnya mendapatkan bahan baku. “Sulitnya permodalan, produksi terhambat, dan penjualan atau permintaan turun. Covid-19 berdampak besar ke UMKM,” tuturnya.
Dia mengatakan hanya 3,8 persen UMKM yang mampu bertahan dan meningkatkan omzetnya di tengah pandemi Covid-19. Namun ia tak merinci sektor mana yang mampu meraup untung lebih banyak pada masa pagebluk ini. Menurut Airlangga, guna terus bertahan, para pelaku usaha harus bertransformasi ke sistem digital. Saat ini hanya 16 persen dari total UMKM yang menggunakan sistem digital atau masuk ke e-commerce
Menteri Koperasi dan Usaha, Kecil, dan Menengah Teten Masduki menuturkan UMKM dapat menjadi penggerak perekonomian. Pasalnya, pada masa krisis sebelumnya, usaha ini selalu menjadi tumpuan ekonomi Tanah Air. “Oleh karena itu, UMKM di tengah krisis itu tampil menjadi penggerak dari ekonomi yang lesu,” ujarnya.
Menurut Teten, UMKM bisa menjadi penggerak perekonomian karena sektor ini berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07 persen. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja yang sangat besar, yakni 97 persen dari total pekerja yang ada di Indonesia.
Adapun realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat Covid-19 untuk koperasi dan UMKM telah mencapai Rp 87,083 triliun atau sebesar 70,37 persen. Pemerintah mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program PEN bagi koperasi dan UMKM sebesar Rp 123,46 triliun pada tahun ini.
Direktur PT HM Sampoerna Tbk Elvira Lianita mengatakan pengembangan UMKM merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, swasta dan akademikus. “Sampoerna telah melakukan upaya ini sejak 2007. Hingga saat ini, kami terus memberikan pendampingan secara berkelanjutan,” ujarnya.
Pada masa pandemi Covid-19, Sampoerna juga turut memberikan dukungan keterampilan usaha, termasuk literasi digital. Salah satunya melalui Program Optima UKM yang diluncurkan sebagai adaptasi pelatihan Sampoerna Entrepreneurship Training Centre (SETC). Selain itu, UMKM binaan yang tergabung dalam Sampoerna Retail Community (SRC) didorong menggunakan aplikasi digital Ayo SRC. Adapun SETC telah memberikan pelatihan kepada sekitar 56 ribu wirausahawan guna mendorong kemandirian ekonomi di tingkat wilayah hingga nasional. Kemudian, melalui SRC, Sampoerna juga berhasil menggandeng 130 ribu toko kelontong agar dapat mengembangkan bisnisnya.
Untuk menjadi penggerak ekonomi nasional, para pelaku UMKM perlu mengevaluasi strategi bisnisnya. “Mereka juga harus mengoptimalkan produk dan meningkatkan pelayanan dengan menggunakan teknologi digital,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih.
Salah satu hal yang dilakukan pemerintah, kata Gati, adalah program restrukturisasi mesin untuk industri kecil menengah (IKM). Selain itu, pemerintah menambah subsidi harga produk buatan dalam negeri untuk mendukung pertumbuhan.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menilai bahwa membangkitkan kinerja UMKM merupakan cara tercepat agar Indonesia bisa keluar dari resesi ekonomi. Sebab, UMKM memiliki daya serap yang cepat terhadap tenaga kerja.
EKO WAHYUDI | ALI NUR YASIN