Dua barista perlahan menuangkan air panas dalam ketel dan teko yang digenggam ke serbuk kopi giling di kertas saring berbentuk kantong. Ekstrak bubuk kopi menetes ke dalam gelas kaca mini dan aromanya menguar memenuhi udara.
Tak sampai lima menit, hasil seduhan kopi dari petani lereng Gunung Merapi itu tersaji di meja bus. Turis-turis lokal menyesap kopi sembari membaui uap tipis. Sembari menikmati pemandangan malam jalanan Kota Yogyakarta, mereka mengudap roti dan camilan.
Para wisatawan yang datang secara berombongan itu sedang menikmati kopi keliling di bus bernama Coffee on The Bus tersebut. Selama sekitar satu jam mereka menyeruput kopi sembari napak tilas di jalur bersejarah di Kota Gudeg itu. Rutenya adalah Kotabaru-Tugu-Kiai Mojo-Bugisan-Kotagede-JEC-Janti-Jalan Solo-Kotabaru.
Mereka cukup membayar Rp 50 ribu per orang untuk satu paket wisata singkat bersama kopi dan makanan ringan. Sembari menikmati lagu-lagu bertema Yogyakarta yang diputar di dalam bus, para turis domestik itu terlihat mengobrol. Lagu-lagu yang mengalun di antaranya Yogyakarta ciptaan KLa Project dan Jogja Istimewa karangan Marzuki Kill The DJ.
Ide menikmati kopi sembari berwisata singkat ini datang dari Wiwit Kurniawan. Wiwit adalah pengusaha bus pariwisata Rejeki Transport yang banting setir menyulap bus pariwisata yang kosong penumpang selama pandemi Covid-19. “Kami ingin mengenalkan kopi Nusantara dan menggiatkan kembali pariwisata,” kata Wiwit, beberapa waktu lalu.
Selama empat bulan sejak pandemi datang, bus pariwisata itu berhenti beroperasi. Wiwit putar otak agar usahanya tetap berjalan dan para pekerjanya bisa kembali mendapat penghasilan. “Kepepet menjadi kreatif. Pilihannya, inovatif, tertinggal, atau mati,” ujarnya. Ruang bus diberi beberapa meja dan kursi, lengkap dengan kamar mandi yang nyaman.
Wiwit, yang pernah bekerja sebagai pemandu wisata, menangkap peluang usaha di tengah masifnya penyebaran virus corona yang memperpuruk kondisi bisnis. Dia mendengar sebagian orang bosan tinggal di rumah selama masa pandemi dan memerlukan hiburan. Situasi itu dia tangkap untuk menggairahkan kembali pariwisata Yogyakarta.
Sensasi minum kopi dipilih Wiwit karena kini kalangan muda hingga tua menjadikan kopi bukan sekadar minuman, tapi juga telah menjadi gaya hidup. Demam kopi melanda dan orang tak lagi hanya menikmatinya, tapi juga tertarik mencari tahu informasi asal-muasal, jenis, cara mengolah, hingga metode seduhnya.
Karena itu, tak sekadar ngopi di bus, lelaki berusia 38 tahun tersebut memandu 27 wisatawan dan memperkenalkan beragam kopi Nusantara, dari kopi Gayo Aceh, Mandailing Sumatera Utara, Solok Padang, Sekincau Lampung, Merapi, Ijen Banyuwangi, Kintamani Bali, Toraja Sulawesi, Bajawa Flores, hingga Wamena Papua.
Wiwit juga memutarkan video dokumenter tentang sejarah kopi. “Ingin mengedukasi orang tentang kopi khas Indonesia,” ujarnya. Semua kopi Wiwit didatangkan langsung dari petani kopi Nusantara. Biji-biji kopi mentah itu di-roasting dan dihaluskan sendiri. Wiwit juga menunjukkan foto penyimpanan biji kopi dalam karung-karung.
Wiwit mulai menjalankan Coffee on The Bus sejak akhir Mei lalu. Penikmat kopi bisa menikmati perjalanan pada pukul 09.00, 13.00, 16.00, dan 19.00. Setiap hari menu kopi yang disajikan di bus selalu berganti dan tidak menggunakan gula agar tak merusak cita rasa. Selain kopi, ia menyajikan menu lain, seperti jus dan teh tarik.
Di tengah masa pandemi, Wiwit menerapkan protokol keselamatan bagi setiap kru bus dan penumpang. Mulai dari kewajiban mengenakan masker, pengecekan suhu tubuh, hingga penggunaan hand sanitizer. Barista, misalnya, ada yang mengenakan face shield dan masker.
Menurut Wiwit, turis lokal Yogyakarta antusias atas ngopi dalam bus itu. Bus selalu penuh. Kabar tentang ngopi keliling itu dengan cepat menyebar melalui media sosial dan dari mulut ke mulut. Mereka yang mencoba sensasi ngopi di bus ini sebagian besar datang dari rasa penasaran.
Lusi Textiani, misalnya. Ia tertarik menikmati kopi dalam tur wisata itu setelah membaca informasi di media sosial dan grup WhatsApp. Bahkan Lusi sudah dua kali menjajalnya. Pertama bersama keluarga dan kedua bersama lima teman alumni sebuah SMP di Yogyakarta.
Sebagai penyuka kopi, tur wisata singkat dengan menu utama kopi itu memberikan sensasi dan pengalaman yang berbeda. Sajian kopi yang berganti-ganti setiap hari juga membuat wisatawan seperti Lusi ketagihan. “Sensasi cita rasa kopi yang beragam inilah yang menarik.”
SHINTA MAHARANI