Ladang jagung menjadi saksi kepulangan Hardo (Adipati Dolken) di Blora. Ia muncul di ladang jagung yang berbuah ranum setelah berbulan-bulan bersembunyi menghindari tentara Jepang. Di situ pulalah ia bertemu dengan ayahnya (Otig Pakis). Di pojok gubuk, Hardo meringkuk, melihat kedatangan ayahnya. Tapi sang ayah tak mengenal lelaki itu. "Kamu seperti anakku, bahkan tawamu pun seperti tawa dia," ujar si ayah.
Si ayah lalu mengoceh tentang istrinya, ibu Hardo, yang marah karena suaminya akhirnya ikut mengepung Hardo saat diperintahkan oleh tentara Jepang yang memburunya. Sang istri kemudian meninggal karena memikirkan anaknya yang lolos dari pengepungan dan menghilang. Hardo meneteskan air mata dalam diam termangu di pojok gubuk.
Di ladang jagung itu pula ia kemudian berpisah dengan ayahnya, meloloskan diri lagi dari perburuan pasukan Shidokan (Michael Kho). Dia menyelinap keluar gubuk dan pergi ke sungai memupus jejak dan kembali menghilang di hutan serta gua-gua. Prajurit PETA itu memang bukan seorang diri menjadi buron, tapi dialah yang paling diincar.
Kemunculan Hardo di ladang jagung kembali menggegerkan kampung. Si komandan Jepang sangat geregetan. Segala cara ia gunakan untuk menangkap lagi bekas anak buahnya itu. Ningsih (Ayushita), kekasih Hardo, dan ayah Ningsih (Egi Fedly) ditekan sedemikian rupa agar menunjukkan keberadaan Hardo. Tapi Karmin (Khiva Ishak), anak buah Shidokan, mencoba melindungi Ningsih dan Hardo. Ningsih (Ayushita), guru di sekolah rakyat yang sabar dan telaten, tak tahu di mana gerangan tunangannya itu. Tapi ia senantiasa setia menunggu.
Dalam film Perburuan, Richard Oh, sang sutradara, menampilkan percintaan kedua anak manusia itu dengan sangat wajar dan alami. Tanpa muluk-muluk membincangkan cinta, tapi justru mengobrolkan kemerdekaan negerinya. Mereka melihat bulir-bulir padi yang gemuk, tapi justru tak dinikmati rakyat dan harus disetor kepada penjajah.
Perburuan diangkat dari novel Pramoedya Ananta Toer. Film itu dirilis berbarengan dengan film Bumi Manusia yang juga diangkat dari novel Pramoedya. Kedua film ini diproduksi oleh Falcon Pictures, tapi berbeda sutradara. Sementara Perburuan disutradarai Richard Oh, Bumi Manusia disutradarai Hanung Bramantyo. Kedua film itu mengambil momen peringatan Hari Kemerdekaan RI untuk pemutarannya.
Richard mengaku berupaya menangkap jiwa dari karya Pram saat mengadaptasi novel Perburuan ke dalam film. Menurut dia, film ini adalah karya tersendiri atas sebuah karya (novel) yang sudah diketahui banyak orang. "Saya memperluaskan, menambah nilai interpretasi terhadap karya asli," ujar Richard.
Film ini menonjolkan kisah Hardo yang melakukan pemberontakan untuk membela Indonesia. Ia melihat Jepang telah menyengsarakan rakyat, merampas semua kekayaan Bumi Pertiwi. Hardo digambarkan hidupnya terlunta-lunta, hanya makan sayur-sayuran dan bertubuh kurus. Wajahnya penuh berewok meski masih terlihat mulus. Rambut yang panjang awut-awutan menabalkan kesengsaraan Hardo.
Pemuda yang bermimpi akan kemerdekaan itu hanya berteman sepi di gua-gua tempat ia bersembunyi dari kejaran pasukan Jepang. Ia berceloteh sendiri di kegelapan gua sambil menyalakan batang-batang korek mengungkapkan pikiran dan kegelisahan. Richard memperkuat tokoh dan film itu dengan visual menarik.
Penampilan Ayushita sebagai Ningsih pun mampu mengimbangi akting Adipati Dolken. Egi Fedly, yang biasanya berperan antagonis, penjahat, kini begitu meyakinkan menjadi Pak Lurah penjilat yang patuh. Yang juga berakting cukup bagus adalah Michael Kho, komandan pasukan Jepang yang sangat dendam kepada Hardo, bekas anak buahnya.
Perburuan merupakan salah satu karya Pram yang pernah dilarang saat Orde Baru. Novel ini terbit pada 1950 dan sudah dicetak ulang delapan kali serta dialihbahasakan ke dalam 12 bahasa. Novel ini ditulis Pram di dalam penjara Bukit Duri. Naskah ini ia selundupkan lewat sahabatnya, G.J. Resink, hingga bisa sampai ke tangan H.B. Jassin. Lalu Jassin mengikutkan karya ini dalam sayembara Balai Pustaka 1949 dan menjadi juara pertama. DIAN YULIASTUTI
Perburuan di Ladang Jagung
Perburuan
Sutradara:
Richard Oh
Pemeran:
Adipati Dolken, Ayushita, Ernest Samudra,Khiva Ishak, Michael Kho, Egi Fedly, Otig Pakis, Kevin Andrian
Produser:
Frederica
Produksi:
Falcon Pictures
Skenario:
Richard Oh, Husein M. Atmodjo, Pramoedya Ananta Toer