JAKARTA – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memastikan rencana pengembangan area komersial dan hunian terintegrasi atau transit-oriented development (TOD) berjalan satu paket dengan proyek jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. Sekretaris Perusahaan KCIC, Mirza Soraya, mengatakan manajemen KCIC tengah mematangkan detail rencana induk yang sudah disusun pada 2019. Rancangan ini menjadi acuan bagi bentuk proyek yang akan ditawarkan kepada calon pemodal.
"Masih dalam tahap evaluasi kembali," katanya kepada Tempo, kemarin.
Pengembangan TOD yang mencakup apartemen dan pusat belanja itu terbagi di empat stasiun pemberhentian kereta cepat Jakarta-Bandung. Dari paparan KCIC hingga akhir 2019, total kebutuhan lahan untuk proyek di empat lokasi pada jalur sepanjang 142,3 kilometer itu mencapai 1.862 hektare. Stasiun Halim di Jakarta Timur menjadi yang paling eksklusif lantaran dikembangkan menjadi superblok. Area khusus seluas lebih dari 2 hektare yang berada di sebelah selatan stasiun itu rencananya diisi pusat belanja, perkantoran, hotel, serta convention center. "Lahan superblok Halim sudah sepenuhnya dikelola oleh KCIC sejak 2018, hasil kerja sama dengan TNI Angkatan Udara," ucap Mirza.
Pembangunan tiang pancang kereta cepat Jakarta-Bandung di Jati Bening, Bekasi, Jawa Barat, 17 Desember 2020. Tempo/Tony Hartawan.
Adapun tiga stasiun lain di Jawa Barat akan menjadi TOD beradius 800 meter. Lahan di Stasiun Karawang, Stasiun Walini, dan Stasiun Tegalluar itu masing-masing seluas 250 hektare, 1.270 hektare, dan 340 hektare. Dengan banyaknya kebutuhan yang bisa dilayani, kata Mirza, konsep TOD tersebut sudah nyaris menyerupai kota kecil baru.
Meski fondasi dan struktur stasiun sudah berjalan, perusahaan masih memburu calon investor untuk proyek superblok dan TOD itu. Mirza mengakui bahwa pengadaan lahan dan perencanaan pembiayaan menjadi tantangan terbesar proyek ini. Pembebasan lahan di Karawang dan Tegalluar masih dibahas dengan otoritas di lokasi tersebut.
Tanpa merinci identitas calon investornya, dia menyebutkan proyek KCIC itu diminati sejumlah pebisnis properti, baik lokal maupun asing. "Secara umum kami tidak membatasi investor yang hendak bekerja sama,” tuturnya.
Pada November 2019, Direktur TOD PT KCIC sebelumnya, Dwi Windarto, mengatakan pengembangan proyek kawasan komersial kereta cepat itu memerlukan pendanaan sedikitnya US$ 10 miliar atau lebih dari Rp 140 triliun. Dwi belum merespons pertanyaan Tempo ketika dimintai konfirmasi ulang, kemarin. Adapun Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, meminta waktu untuk mengecek ulang sisa pekerjaan yang ditinggalkan manajemen lama setelah pergantian pada 16 Maret lalu.
"Biarkan kami bekerja, konsolidasi, dan cek semuanya," kata Dwiyana.
Maket kereta cepat di proyek tunnel section 1 kereta cepat Jakarta Bandung, di Halim, Jakarta, 2018. Tempo/Tony Hartawan.
Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, menyatakan pembebasan lahan seharusnya tak menjadi persoalan bagi KCIC jika proyek kereta cepat direncanakan lebih matang. "Sejak awal, baik dalam hal persiapan, pengajuan, maupun pelaksanaan, banyak hal yang dikerjakan secara terburu-buru."
Adapun Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida, optimistis pengembang properti berminat terhadap TOD di sekitar simpul transportasi, khususnya di DKI Jakarta. Begitu pula dengan hunian terintegrasi di sekitar proyek kereta cepat. Namun dia belum bisa memastikan seberapa banyak pelaku usaha yang sedang melebarkan bisnis ke jenis hunian anyar tersebut. "Karena harga tiket juga mungkin mahal, prospek di sana bagus untuk membangun hunian tipe eksklusif."