JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus mendalami temuan mengenai rangkap jabatan direksi dan komisaris badan usaha milik negara (BUMN). Juru bicara KPPU, Deswin Nur, mengatakan tahapan yang dilakukan saat ini adalah pemetaan profil pejabat BUMN yang melakukan rangkap jabatan.
KPPU mencatat 62 direksi dan komisaris BUMN di tiga kluster, yang meliputi kluster keuangan, konstruksi, dan pertambangan, memiliki jabatan ganda di perusahaan swasta. “Kami akan memilah dari 62 itu, mana yang memiliki indikasi atau dugaan melanggar hukum untuk ditindak,” kata Deswin kepada Tempo, kemarin.
Menurut Deswin, rangkap jabatan berpotensi melanggar hukum apabila terjadi pada perusahaan yang bergerak di pasar atau sektor yang sama. Selain itu, direksi atau komisaris bisa melanggar hukum jika menjabat di dua perusahaan yang terintegrasi secara vertikal, baik dalam keterkaitan proses bisnis, produksi, maupun dapat mendorong penguasaan pasar barang/jasa di satu pasar yang bersangkutan.
Dia mengatakan KPPU akan menyelidiki dan mencari bukti pelanggaran untuk dibawa ke ranah penegakan hukum. “Kami akan cek bagaimana dampaknya ke pasar di mana jabatan rangkap itu terjadi,” katanya.
Pembangunan konstruksi di Jakarta, 15 Oktober 2020. KPPU mencatat 62 direksi dan komisaris BUMN, salah satunya di bidang konstruksi, memiliki jabatan ganda. Tempo/Tony Hartawan
Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, mengatakan temuan mengenai rangkap jabatan direksi dan komisaris BUMN di perusahaan swasta itu cukup mengejutkan. Salah satunya terdapat seorang pejabat yang diketahui memiliki jabatan rangkap di 22 perusahaan. “Untuk mencegah potensi persaingan usaha tidak sehat, kami telah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Kementerian BUMN,” ujarnya.
Menurut Ukay, saran yang diajukan KPPU kepada Kementerian BUMN adalah mendorong pencabutan ketentuan yang memperbolehkan rangkap jabatan direksi dan komisaris di perusahaan swasta. KPPU juga menyarankan agar Kementerian BUMN memastikan personel yang menjadi direksi/komisaris perusahaan pelat merah tidak dalam posisi rangkap jabatan dengan perusahaan selain BUMN.
Dengan demikian, kata dia, potensi pelanggaran Pasal 26 dan pasal lain yang terkait dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak terjadi. Namun Ukay tak mau membeberkan daftar nama pejabat yang melakukan rangkap jabatan dengan alasan bersifat rahasia “serta dalam rangka mengedepankan asas praduga tak bersalah”.
Kementerian BUMN mengaku belum mengantongi surat dari KPPU ihwal masalah rangkap jabatan. Staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, berharap, ada komunikasi langsung antara KPPU dan lembaganya. “Kami harap KPPU bisa memberikan informasi yang langsung disampaikan ke kami sehingga bisa langsung klarifikasi,” ujar Arya.
Arya mengatakan KPPU semestinya bisa mempererat kerja sama dengan Kementerian BUMN. Dengan demikian, kata dia, Kementerian BUMN bisa meluruskan masalah jika ada potensi pelanggaran yang dilakukan direksi ataupun komisaris perusahaan pelat merah.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Achmad Baidowi, meminta Kementerian BUMN menindaklanjuti temuan KPPU tentang adanya rangkap jabatan yang tidak wajar di perusahaan pelat merah itu. Menurut dia, hal tersebut merupakan penyimpangan pada tata kelola perusahaan.
Rangkap jabatan tersebut, kata Baidowi, berpotensi memunculkan konflik kepentingan dan melanggar aturan persaingan usaha. “Temuan ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata direksi dan komisaris BUMN,” ujarnya. Baidowi mengatakan hasil penelitian KPPU itu dapat meningkatkan kualitas direksi dan komisaris BUMN. “Sehingga mereka tidak mengambil keuntungan pribadi dari tugas yang diembannya di BUMN,” katanya.