JAKARTA – Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Februari 2021 tercatat masih terkontraksi, minus 4,8 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan seretnya kinerja pajak pada awal tahun ini merupakan dampak lanjutan pelemahan ekonomi akibat pandemi yang berkepanjangan.
"Total penerimaan pajak kita sudah Rp 146 triliun atau 11,9 persen terhadap target APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebesar Rp 1.229,6 triliun," ujarnya, kemarin.
Meski demikian, kontraksi tersebut membaik jika dibandingkan dengan kinerja pada akhir Januari 2021 yang jauh lebih dalam, yaitu minus 15,3 persen. "Jadi, walau masih berada dalam level negatif, penerimaan pajak sudah mengindikasikan pemulihan."
Rinciannya, ujar Sri Mulyani, realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas terkontraksi hingga minus 22,5 persen sebesar Rp 5,1 triliun, sedangkan pajak nonmigas terkontraksi minus 4 persen atau mencapai Rp 141 triliun.
Pelayanan pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar Sudirman, Jakarta, 25 Agustus 2020. Tempo/Tony Hartawan
Berdasarkan pos penerimaan pajak, PPh Pasal 21 anjlok minus 5,8 persen, PPh 22 impor minus 22,14 persen, PPh orang pribadi minus 12,51 persen, serta PPh badan minus 39,54 persen. "PPh Pasal 21, PPh 22 impor, dan PPh badan terkontraksi seiring dengan insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," ucap Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memutuskan melanjutkan insentif pajak berupa penanggungan pajak karyawan, pembebasan PPh 22 impor, serta diskon angsuran untuk PPh Pasal 25 sebesar 50 persen. "Adapun untuk PPh orang pribadi, kami masih menunggu hasil laporan SPT (surat pemberitahuan tahunan) yang berlangsung hingga akhir bulan ini."
Berikutnya, berdasarkan kinerja berbagai sektor usaha utama hingga akhir Februari, tampak sejumlah sektor yang pertumbuhannya masih lemah. Salah satunya sektor perdagangan yang tercatat masih minus 5,06 persen. Menurut Sri Mulyani, pemulihan sektor perdagangan masih terhambat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro yang berlaku di Jawa, Bali, dan sejumlah wilayah lain.
Sektor lain yang masih mengalami pelemahan adalah sektor jasa keuangan dan asuransi yang minus 9,61 persen, sektor transportasi dan pergudangan minus 8,99 persen, serta sektor konstruksi dan real estate minus 22,94 persen. "Namun minusnya sudah lebih tipis dibanding pada Januari. Kami berharap ini pertanda adanya pembalikan kondisi," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, sejumlah sektor usaha mulai menunjukkan kinerja positif. Salah satunya sektor industri pengolahan yang menjadi andalan penerimaan, yang tercatat tumbuh 3,32 persen. "Realisasi ini mengkonfirmasi berbagai impor dan purchasing manager index (PMI) manufaktur yang meningkat." Sektor yang mengalami perbaikan berikutnya adalah sektor pertambangan yang tumbuh tipis 0,54 persen serta sektor informasi dan komunikasi yang tumbuh 2,72 persen.
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak tahun ini, pemerintah telah menentukan sektor usaha potensial yang akan menjadi target sasaran penerimaan pajak. Sri Mulyani mengatakan sektor tersebut antara lain informasi dan komunikasi, industri makanan dan minuman, perdagangan, serta farmasi dan kesehatan. "Ini merupakan sektor yang masih menjalankan aktivitas usaha dengan relatif mulus," ujarnya. Namun bukan berarti semua pelaku usaha di sektor tersebut untung.
Dia mencontohkan, untuk sektor kesehatan, rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 cenderung diuntungkan dibandingkan dengan rumah sakit yang menangani pasien non-Covid-19. Karena itu, bagi wajib pajak terkait yang tengah dalam kondisi tertekan, pemerintah justru akan memberikan insentif perpajakan. "Kami akan lihat subyek pajaknya. Kalau mendapat manfaat dan pendapatan, mereka membayar pajak."
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tak ingin tertinggal dalam mengoptimalkan penggalian potensi pajak. Salah satu target yang disasar adalah para pelaku ekonomi digital, yang aktivitasnya makin meningkat di tengah masa pandemi.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, menuturkan lembaganya secara khusus membentuk Gugus Tugas Penanganan Pelaku Ekonomi Digital untuk diimplementasikan tahun ini. "Kami terus mengikuti perkembangan sektor ini. Nantinya Gugus Tugas juga mengusulkan perbaikan regulasi agar pemenuhan kewajiban pajak para pelaku digital lebih mudah," ucapnya.