JAKARTA – PT PLN (Persero) akan menyerap 9-12 juta ton biomassa per tahun dalam program co-firing atau energi tambahan untuk 114 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di 52 lokasi hingga 2024. Biomassa tersebut dibutuhkan untuk mencampur pembakaran batu bara. Porsinya mencapai 5 persen.
Juru bicara PLN, Agung Murdifi, menyatakan akan memanfaatkan beragam jenis tanaman energi serta sampah untuk campuran batu bara. Biomassa yang digunakan di tiap PLTU bervariasi, bergantung pada ketersediaannya dalam radius 100 kilometer dari pusat pembakaran. "Untuk tahap awal menggunakan material wood chip, serbuk kayu, dan pelet sampah," ujar dia, kemarin.
PLN memulai program co-firing pada 2019 demi menambah bauran energi baru terbarukan dalam produksi listrik. PLN menguji coba co-firing biomassa di sejumlah pembangkit hingga kemudian mengoperasikannya di enam PLTU pada 2020. Keenam pembangkit tersebut adalah PLTU Paiton 1-2 dan Pacitan di Jawa Timur; PLTU Jeranjang, Nusa Tenggara Barat; PLTU Suralaya 1-4, Banten; serta PLTU Sanggau dan PLTU Ketapang, Kalimantan Barat. PLN mengganti 1-5 persen batu bara dengan serbuk kayu, wood pellet, dan cangkang sawit.
Tahun ini, PLN menargetkan co-firing di 11 PLTU. Tiga di antaranya telah diuji coba anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali, di PLTU Rembang dengan kapasitas 2 x 315 megawatt (MW), PLTU Indramayu dengan kapasitas 3 x 330 MW, dan PLTU Paiton 9 dengan kapasitas 1 x 660 MW.
Agung mengatakan PLN telah menjalin kerja sama dengan perusahaan lain serta pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan biomassa. Pada Januari lalu, misalnya, PLN menggandeng PT Perkebunan Nusantara III untuk menyuplai tandan kosong. Perusahaan juga meneken perjanjian kerja sama dengan Perum Perhutani untuk menyediakan tanaman energi.
Direktur Utama PTPN III, Mohammad Abdul Ghani, menyatakan akan memasok 2,5 juta ton tandan kosong setiap tahun dari perkebunan sawit di Sumatera Utara. "Tahun ini, kami siap memasok 500 ribu ton," ujarnya. PTPN III juga memiliki area seluas 12.200 hektare yang berpotensi dimanfaatkan untuk tanaman energi.
Direktur Utama Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro, menyatakan akan mengembangkan kluster 70 ribu tanaman energi hingga 2024 di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dia memperkirakan bisa memproduksi 40 ribu ton tanaman energi per tahun pada 2022 dan mencapai 400 ribu ton pada 2024. "Untuk memenuhi kebutuhan co-firing, kami coba menanam berdasarkan kedekatan dengan PLTU untuk dapat memasok ke PLTU tersebut nantinya," kata dia.
Analis keuangan energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna, menuturkan kepastian pasokan biomassa krusial untuk memastikan program ini berjalan. Berkaca pada pengalaman penggunaan metode co-firing selama 20 tahun terakhir di dunia, dia mencatat hambatannya masih sama. "Salah satunya kesulitan membangun rantai pasok bahan baku yang stabil," tuturnya.
Dengan target PLN saat ini, industri perlu menambah produksi biomassa 4-9 juta ton per tahun. Bahkan di Amerika Serikat dan Cina, yang memiliki potensi biomassa berlimpah, porsi co-firing di PLTU mereka belum berhasil dikembangkan secara besar-besaran.