JAKARTA — Pemerintah menyasar target angka positif pada pertumbuhan ekonomi tahun ini. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2021 akan positif. Ia memperkirakan ekonomi tumbuh 1,6-2,1 persen pada triwulan pertama tahun ini. "Proyeksi pemerintah sepanjang 2021, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,5-5,5 persen,” ujar dia, kemarin.
Untuk meraih target tersebut, Airlangga mengatakan pemerintah akan mendorong pelbagai faktor. Konsumsi rumah tangga akan didorong hingga bertumbuh 1,3-1,8 persen dengan merealisasi program jaminan sosial untuk menstimulasi daya beli. Selain itu, pemerintah menargetkan peningkatan investasi 4-5 persen setelah pada 2020 mengalami penurunan 3-4 persen serta mendorong ekspor dan impor.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan game changer perekonomian tahun ini adalah vaksinasi. Dia mengklaim vaksinasi bisa mendorong kepercayaan masyarakat, khususnya kelompok menengah atas. Menurut Iskandar, kelompok ini menyumbang 82 persen konsumsi rumah tangga.
Selain itu, Iskandar berujar, pemerintah bakal menggelontorkan bantuan sosial untuk meningkatkan konsumsi kelompok masyarakat bawah. "Pemerintah bakal mendorong pembangunan infrastruktur, dana desa, dan pengeluaran fiskal lainnya." Dia juga optimistis ekspor akan meningkat seiring dengan permintaan global yang mulai bertumbuh.
Pembangunan jalan Tol Kelapa Gading-Pulo Gebang Segmen Kelapa Gading-Pulo Gebang di Kelapa Gading, Jakarta, 3 Februari 2021. Tempo/Tony Hartawan
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada pulihnya sektor yang terkena dampak pandemi Covid-19, seperti pariwisata, perjalanan, penerbangan, dan jasa hiburan. Ia yakin sektor tersebut masih akan dalam kondisi tertekan meski pasarnya membaik. "Demikian pula dengan sektor jasa lain, seperti transportasi, logistik, dan retail yang sangat sensitif akan mobilitas orang dan barang. Sektor tersebut langsung rebound jika pengekangan mobilitas orang dan barang dihilangkan," kata Shinta.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, jika pertumbuhan ekonomi triwulan I kembali negatif, Indonesia rentan mengalami depresi ekonomi. Menurut dia, depresi ekonomi adalah resesi ekonomi yang berkelanjutan satu tahun atau lebih dan biaya pemulihannya relatif mahal. Pola pemulihan menjadi U-shape atau bahkan L-shape jika kebijakan ekonomi kurang responsif.
Pekerja bangunan di Senen, Jakarta, 9 November 2020. Tempo/Tony Hartawan
"Rekomendasinya, sebaiknya stimulus berupa subsidi upah bagi pekerja ditambah, bukan dihilangkan. Pekerja di sektor informal juga perlu diprioritaskan mendapatkan bantuan subsidi upah," ujar Bhima.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan penghambat terbesar pertumbuhan ekonomi adalah lambatnya penanganan Covid-19. Menurut dia, sejumlah kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat tak menunjukkan keberhasilan penanganan pandemi. "Kalau kebijakan tidak berhasil, perlu ada evaluasi," ujar Yusuf.
Meski demikian, Yusuf memperkirakan perekonomian bisa lepas dari jerat resesi jika pemerintah bisa mengendalikan pandemi Covid-19. Sebab, kata dia, pendorong utama ekonomi Indonesia adalah konsumsi rumah tangga. Apabila konsumsi tersendat, pertumbuhan akan terhambat. "Apabila konsumsi sudah pulih, investasi yang masuk kelompok pembentukan modal tetap bruto (PMTB) akan tumbuh. Ketika permintaan barang dan jasa meningkat, akan ada investasi penambahan kapasitas produksi," ujar Yusuf.
LARISSA HUDA | FRANCISCA CHRISTY ROSANA