JAKARTA - Pemerintah akan mengubah kebijakan impor tekstil. Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, I Gusti Ketut Astawa, mengatakan pengetatan impor tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2019.
Namun, kata dia, masih ada penyelundupan karena ada peluang pelanggaran izin impor oleh perusahaan pemegang angka pengenal importir-produsen (API-P) dan angka pengenal importir-umum (API-U).
Menurut Astawa, untuk mengendalikan impor tekstil, Kementerian Perdagangan menerapkan instrumen persetujuan impor (PI). Impor hanya bisa dilakukan oleh pemegang API-U dan dijual kepada pelaku industri kecil dan menengah, serta pemegang API-P untuk bahan baku. "Dalam revisi aturan berikutnya, skema itu diusulkan untuk dicabut," kata dia, kemarin.
Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi), Suharno Rusdi, mengatakan, meski sudah beberapa kali menerbitkan aturan perihal impor tekstil, pemerintah masih setengah hati. Ia menilai regulasi masih mengizinkan pemegang API-U untuk mengimpor barang. "Impor oleh pemegang API-P juga tidak melalui verifikasi yang jelas," kata dia.
Tumpukan pakaian ilegal di Pulogebang, Jakarta, 2017. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Tanpa verifikasi pemegang API-P, Suharno mengatakan ada peluang bagi mereka melakukan impor ilegal. Apalagi, kata dia, pemegang API-P belum tentu benar-benar memiliki kegiatan usaha ataupun memakai tekstil impor sebagai bahan baku usahanya. "Aturan yang ada tidak menuntut verifikasi dan klarifikasi, sehingga pemegang API-U maupun API-P dapat melakukan impor ilegal," ujar dia.
Menurut Suharno, revisi aturan impor tekstil harus mencantumkan larangan bagi pemegang API-U untuk mengimpor barang-barang keperluan industri. Regulasi baru juga harus mencantumkan verifikasi pemegang API-P secara ketat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menuding kebijakan impor selalu memberikan keringanan kepada importir. Redma mengatakan banyak pemegang API-P bodong dan pemegang API-U bisa mengimpor dengan alasan untuk kebutuhan industri kecil. "Namun tidak ada pengawasan sehingga produk itu dijual langsung ke pasar."
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77/2019, pemegang API-P yang semula hanya boleh melakukan impor sebatas jumlah diizinkan, dibolehkan mengajukan izin impor lebih dari batas dengan alasan untuk makloon. Adapun praktik makloon adalah jasa pengerjaan produk yang dilakukan pihak lain. "Kami minta API-U tidak diberikan impor dalam revisi aturan nanti. Lagi pula industri kecil-menengah dari dulu sudah mendapat bahan baku dari dalam negeri," kata Redma.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan pengajuan izin agar mendapatkan API-P sangat mudah. Untuk menekan penyelewengan izin, kata dia, verifikasi importir sangat penting. "Mulai dengan verifikasi jumlah karyawan, biaya beban listrik, pembayaran pajak. Itu akan membantu untuk melacak pemegang API-P bodong," kata dia.
Jemmy berharap, lewat aturan baru, ada peluang bekerja sama dengan pemerintah untuk menekan impor ilegal. Terlebih, kata dia, pandemi Covid-19 telah memukul kinerja industri, termasuk tekstil dan produk tekstil. "Kalau revisi aturan ini bisa segera terlaksana, saya yakin utilisasi industri tekstil akan membaik. Kalau regulasi tidak pro-industri, investasi mesin atau sumber daya manusia menjadi mubazir," kata dia.
LARISSA HUDA