JAKARTA – Pemerintah tak memiliki banyak waktu untuk merealisasi belanja negara hingga akhir tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati klausul fleksibilitas penggunaan anggaran di tengah masa pandemi Covid-19 yang masih dipenuhi ketidakpastian.
Menurut Sri Mulyani, anggaran yang belum terserap pada tahun ini akan dialokasikan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. “Yang dibutuhkan adalah rambu-rambu untuk mengakomodasi hal tersebut,” kata dia, kemarin.
Sri berharap proses penyerapan anggaran 2021 bisa lebih cepat, bahkan sejak awal tahun, karena dana sudah tersedia. Kondisi tersebut berlaku untuk anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hingga 18 November lalu, realisasi PEN baru mencapai 58,7 persen atau Rp 408,61 triliun dari total anggaran Rp 695,2 triliun. “Termasuk untuk belanja daerah, kami minta, apabila ada yang tidak terserap, bisa dilakukan refocusing dan realokasi,” ujar dia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menuturkan strategi penyerapan anggaran pada 2021 akan banyak bergantung pada kondisi wabah Covid-19 dan pengendaliannya. Pemerintah akan melakukan penyesuaian hingga mix and match kebijakan untuk mengoptimalkan belanja tahun depan. “Kami selalu dihadapkan pada kondisi untuk mendorong pemulihan ekonomi dengan memberikan sentimen positif. Meyakinkan masyarakat berbelanja, namun di saat bersamaan pemerintah harus tetap memantau wabah. Ini yang perlu diseimbangkan,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, berujar bahwa belanja pemerintah pusat menjadi penyelamat pertumbuhan dan pemulihan ekonomi tahun depan. Menurut dia, prioritas dan skenario anggaran pemerintah tidak banyak berubah, sehingga tak sepenuhnya mencerminkan dukungan terhadap pemulihan ekonomi. “Anggaran untuk belanja pegawai tetap tertinggi. Lalu pertahanan dan keamanan juga lebih tinggi dari budget untuk mengatasi kesenjangan dan memberikan perlindungan sosial,” ujarnya.
Khusus soal program PEN, Indef memperkirakan hingga akhir tahun tidak akan terserap sepenuhnya atau hanya terealisasi hingga 67,8 persen. Di sisi lain, menurut Tauhid, desain program PEN 2021 tidak serta-merta menjamin aspek permintaan meningkat secara optimal. “Jalan pemulihan ekonomi masih terjal, bantuan sosial tahun depan enggak boleh turun, ekspansi fiskal masih terus dibutuhkan.”
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan, meski sejumlah indikator belanja meningkat, terdapat sejumlah tantangan dalam kebijakan belanja pemerintah 2021. Tantangan itu antara lain lambatnya realisasi belanja serta anggaran yang tak terserap masih cukup tinggi, sehingga bisa mengurangi manfaat APBN bagi perekonomian, termasuk belanja yang diharapkan memiliki efek ganda yang besar.
Piter juga menyebutkan ada ketidaktepatan penyaluran anggaran karena basis data yang belum sepenuhnya diperbarui. Akibatnya, rendahnya pendapatan akan memaksa pemerintah mengerem belanja dan mencegah pelebaran defisit. “Belajar dari pengalaman krisis sebelumnya, pos penerimaan memerlukan waktu recovery yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses pemulihan ekonomi,” katanya.
GHOIDA RAHMAH
10