JAKARTA -- Perusahaan pembiayaan atau multifinance berupaya bangkit dari dampak pandemi Covid-19. Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk, Sudjono, mengatakan sinyal pemulihan bisnis pembiayaan mulai tampak pada triwulan III. “Volume pembiayaan mulai menunjukkan tren positif dan kami berharap kondisi ini dapat terus ditingkatkan,” kata dia, kemarin.
Hingga September lalu, BFI Finance membukukan pendapatan sebesar Rp 3,50 triliun dan laba bersih Rp 520,63 miliar. Adapun rasio pembiayaan bermasalah atau non-performance financing (NPF) naik dari 3,73 persen pada Juni menjadi 2,67 persen.
Sudjono mengatakan BFI Finance tetap menjaga kecukupan pencadangan piutang hingga 6,5 persen dari total pembiayaan. Pencadangan tersebut setara dengan 2,4 kali dari total NPF saat ini. Menurut dia, restrukturisasi atau keringanan pembayaran kredit masih berlanjut. BFI sudah melakukan restrukturisasi untuk 35,5 persen dari total piutang pembiayaan. “Tipe restrukturisasi yang paling banyak adalah perpanjangan tenor, yaitu sebanyak 68 persen, dengan kelonggaran pembayaran pokok di awal,” ucapnya.
Membaiknya bisnis pembiayaan juga terlihat dari survei MarkPlus Inc kepada nasabah industri multifinance. Analis bisnis MarkPlus, Zaneta Azzahra Izdihar, mengatakan, dalam survei kepada 109 responden, sebanyak 51 persen menyatakan akan kembali mengajukan pembiayaan. Produk yang diminati adalah kredit tanpa agunan atau dana tunai, disusul dengan pembiayaan kendaraan bermotor serta pembiayaan barang elektronik dan rumah tangga. “Mayoritas responden juga optimistis pendapatannya pada tahun depan akan membaik, sehingga diasumsikan kemampuan membayarnya juga akan lebih baik,” ujar Zaneta.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengatakan anggotanya berupaya menata ulang usahanya setelah menghadapi persoalan minimnya sumber pendanaan hingga kenaikan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) delapan bulan terakhir. “Industri stagnan karena sumber dana dari perbankan juga berkurang,” kata dia.
Suwandi mengatakan restrukturisasi pembiayaan nasabah yang terkena dampak Covid-19 menyebabkan penurunan pendapatan. Di sisi lain, perusahaan multifinance kesulitan menagih angsuran karena kebijakan pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah. Penyaluran pembiayaan baru berkurang karena merosotnya daya beli masyarakat. “Kami mengupayakan berbagai strategi untuk bertahan, termasuk dengan memanfaatkan teknologi dan mengoptimalkan sumber daya yang ada.”
Industri multifinance pun berusaha tetap memacu pertumbuhan pembiayaan baru dengan sangat selektif dan hati-hati. Menurut Suwandi, pertumbuhan pembiayaan tahun ini masih akan terbatas, mengingat daya beli masyarakat anjlok. “Penjualan mobil dan sepeda motor baru tahun ini saja turun lebih dari 40 persen, sehingga pemulihan baru bisa terjadi pada 2022 atau 2023,” ujarnya.
Pulihnya penjualan kendaraan menjelang akhir tahun bisa memperpanjang napas perusahaan multifinance. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales atau dari pabrik ke dealer pada September mencapai 48.554 unit, naik 30,3 persen dibanding Agustus lalu. Pada periode yang sama, penjualan dari dealer ke konsumen atau retail bertumbuh 15,2 persen atau menjadi 43.363 unit pada September.
GHOIDA RAHMAH
Perusahaan Pembiayaan Mulai Bangkit