JAKARTA – Dampak pandemi Covid-19 mendorong dua perseroan pengelola bandara menata ulang kapasitas operasional agar sesuai dengan volume penerbangan di masa transisi menuju kebiasaan baru. Presiden Direktur PT Angkasa Pura II (persero) Tbk, Muhammad Awaluddin, mengatakan skema kategorisasi operasi yang diterapkan sejak masa larangan mudik Lebaran lalu akan berlaku permanen di semua bandara untuk menghemat pengeluaran.
“Layanan bandara akan disesuaikan dengan trafik yang ada. Cara ini baru kami pelajari setelah ada pandemi,” ucap dia kepada Tempo, kemarin.
Menurut dia, kegiatan operasional bandara dibagi menjadi normal operation, slow down operation, serta minimum operation level 1 dan 2. Saat ini, hampir semua dari 19 bandara Angkasa Pura II berstatus minimum operation level 1. Sebab, volume layanannya hanya sebatas 42-45 persen dari masa normal sebelum pandemi. Agar kembali berstatus slow down operation, volume pelayanan setidaknya harus pulih hingga 50 persen. Hanya Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang berstatus minimum operation level 2 alias dibuka tanpa aktivitas penerbangan.
“Sekarang kami lebih fleksibel mengatur jam operasi dan sumber daya di setiap lokasi,” ucap dia. “Kalau dulu, sepi tak sepi semua bandara dibuka dengan kapasitas penuh.”
Penambahan dan pengurangan kapasitas, termasuk pemindahan slot penerbangan antarbandara, bisa terus berubah sesuai dengan lalu lintas pesawat dan penumpang di setiap daerah. Slot penerbangan berjadwal untuk pesawat berjenis jet di Kertajati, misalnya, untuk sementara dikembalikan ke Bandara Husein Sastranegara Bandung setelah tak satu pun maskapai menerbangkan pesawat di Kertajati.
Manajemen Angkasa Pura I sempat mengalihkan slot penerbangan ke Kertajati pada pertengahan 2019. Harapannya, pasar penumpang di Bandung bisa menumbuhkan animo penerbangan kawasan Majalengka. Situasi tahun ini berkata lain. “Kertajati kami siapkan untuk embarkasi bila nanti kegiatan haji dan umrah sudah pulih,” tutur Awaluddin.
Dari semua bandara Angkasa Pura II, hanya Soekarno-Hatta di Tangerang dan Bandara Kualanamu di Medan yang kini mendekati status slow operation. Arus pesawat Bandara terbesar Indonesia itu sudah mencapai 500 penerbangan per hari atau hampir separuh volume normal yang berkisar 1.100-1.200 penerbangan per hari. Volume penerbangan Bandara Kualanamu juga mulai pulih hingga 40 persen dari normal.
Tak jauh berbeda, Sekretaris Perusahaan PT Angkasa Pura I (persero) Tbk, Handy Heryudhitiawan, mengatakan perseroannya menyesuaikan kapasitas bandara dengan tingkat permintaan yang ada. Dia mengklaim tak ada satu pun dari 15 bandara Angkasa Pura I yang berada di level minimum operation. “Kami justru meningkatkan proyek pengembangan di beberapa lokasi,” ucap dia.
Beberapa proyek utama yang berjalan, antara lain, adalah perluasan terminal 1 Bandara Sultan Hasanuddin di Makassar. Ada juga pemanjangan landasan pacu dan penambahan daya tampung terminal Bandara Lombok di Nusa Tenggara Barat hingga 7 juta penumpang per tahun. Perusahaan menggelar kampanye safe travel di tiga bandara untuk merangsang calon penumpang agar mau terbang lagi.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, menuturkan kebijakan ihwal peralihan slot dan pengaturan operasi dibuat untuk memicu pergerakan volume penerbangan domestik. Kementerian berdiskusi dengan maskapai untuk memetakan wilayah yang tingkat permintaannya meningkat.
Pengamat penerbangan, Alvin Lie, menyarankan pemerintah lebih terbuka dengan konsep penerbangan terbuka atau general aviation agar bandara tak melulu bergantung pada arus penerbangan berjadwal. Konsep itu mengoptimalkan semua peluang pasar pengguna bandara, termasuk carter dan pribadi.
Konsultan sekaligus oengamat penerbangan CommunicAvia, Gerry Soejatman, mengatakan konsep itu belum diterapkan di Indonesia karena terganjal regulasi yang kompleks. “Kita terlalu fokus pada penerbangan berjadwal sehingga sektor penebangan lain kurang diperhatikan,” ucap Gerry.
FRANSISCA CHRISTY ROSANA | YOHANES PASKALIS
7