Wabah virus corona membuat Danu Sofwan pusing tujuh keliling. Bisnis waralaba bernama Raja Cendol yang dia kembangkan terancam kolaps setelah angka penjualan turun drastis. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota membuat usaha makanan dan minuman nyaris kolaps. "Sepanjang Maret, omzet langsung minus 70-80 persen," kata dia kepada Tempo, kemarin.
Menurut Danu, waralaba yang dia geluti selama lima tahun terakhir sangat mengandalkan penjualan konvensional alias melalui gerai. PSBB pun membuat anjlok penjualan pada 800 outlet Raja Cendol, yang biasanya bisa mencetak omzet Rp 1,2 miliar sebulan. Namun Danu sadar bahwa pandemi tak membuat bisnisnya mati. Pembeli 10 ribu gelas cendol per hari masih ada, "Hanya saja mereka tidak membeli di outlet," ujar dia.
Danu pun mengerahkan karyawan dan mitra waralaba untuk menjajal penjualan secara online. Sejak pertengahan April lalu, omzet Raja Cendol perlahan pulih. Terlebih berdagang di gerai online membuat usahanya kian efisien karena tak perlu membayar biaya sewa gedung. Danu pun bisa menekan harga jual cendol dan mengembangkan usaha baru. "Kami kini juga menjual masker dan parsel untuk hari raya," kata dia.
Hal serupa dilakukan Muhammad Rifky Saleh, pemilik Selawaktu Coffee, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Saat berjualan di gerai online, Rifky bahkan membuat inovasi baru. "Kami membuat kopi ukuran kemasan jumbo," ujar dia. Keunggulan produk ini, kata Rifky, harganya lebih murah.
Pengusaha kuliner lain yang berinovasi ialah Eka Sopian, pemilik gerai Ayam Penyet Si Jagur Bandung. Kini, Eka menjual produk ayam penyet beku yang siap digoreng. Dari inovasi tersebut, Eka bisa menyelamatkan perusahaannya setelah penurunan omzet hingga 70 persen pada Maret lalu.
Bukan hanya pengusaha kuliner berskala kecil dan menengah, gerai makanan besar seperti Es Teler 77 juga mengubah arah bisnisnya menjadi penyedia bahan makanan siap olah sejak akhir Maret lalu. Marketing Manager Es Teler 77, Arlene Clarissa, mengatakan bahwa menyediakan bahan makanan yang higienis dan mudah diolah cocok dengan kondisi saat ini. "Kami punya pabrik yang higienis dan lengkap dengan sertifikat halal," ujar Arlene.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi S. Lukman, mengatakan kinerja industri makanan dan minuman tidak akan terpuruk dalam jika pelaku usahanya mau berinovasi. Pemerintah, kata dia, hanya perlu menjamin ketersediaan bahan baku.
Adhi mengatakan kendala yang dihadapi pengusaha saat ini adalah kontinuitas pasokan bahan baku. Seperti daging sapi dan gula pasir yang pasokannya menipis akibat keterlambatan impor. Ganjalan lain, kata Adhi, adalah bentrokan kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. "Pusat izinkan industri makanan tetap jalan, tapi daerah tidak," kata dia. Adhi memprediksi pandemi corona bakal memperlambat laju omzet industri makanan dan minuman hingga 30 persen. Namun penurunan ini bisa diredam jika pengusaha segera bangkit dengan inovasinya.
ANDI IBNU