JAKARTA – Sejumlah badan usaha milik negara di sektor farmasi mempercepat produksi obat dan alat kesehatan untuk penanganan wabah Covid-19.
Direktur Utama Kimia Farma, Verdi Budidarmo, mengatakan pihaknya tengah mengembangkan obat yang bisa menjadi pengganti remdesivir, favipiravir, chloroquine, dan hydrochloroquine yang kini dipakai untuk menangani Covid-19. Adapun obat chloroquine dan hydrochloroquine sebelumnya digunakan untuk obat malaria.
"Sudah ada dua penelitian terhadap dua jenis obat itu, kami siapkan produksi hingga ratusan ribu tablet," kata dia dalam rapat dengar pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
Kimia Farma juga telah mengimpor alat tes cepat atau rapid test kit Biozex dari Belanda sebanyak 10 ribu boks melalui jalur special access scheme (SAS). Sebanyak 6.500 rapid test kit sudah didistribusikan ke laboratorium pemeriksa Covid-19 serta dinas kesehatan. Alat tersebut tidak disalurkan melalui retail maupun perorangan. Kimia Farma juga mengimpor obat avigan tablet.
Verdi mengatakan permintaan multivitamin, khususnya vitamin C, juga melonjak selama pandemi. Menurut dia, bahan baku yang tersedia saat ini sebanyak 13 ton. Dengan jumlah tersebut, Kimia Farma bisa memproduksi sekitar 120 juta tablet.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, mengatakan pihaknya sudah bekerja sama dengan beberapa lembaga untuk penelitian vaksin Covid-19. Pemerintah, kata dia, sudah membentuk konsorsium yang dipimpin oleh Lembaga Eijkman beranggotakan Bio Farma, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), dan beberapa universitas. "Akhir tahun ini diharapkan bibit dari vaksin itu sudah bisa dikembangkan," kata dia.
Bio Farma juga bekerja sama dengan The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) yang saat ini sudah melakukan penelitian dan vaksinnya siap untuk uji klinis. Jika kerja sama berjalan lancar, Honesti memprediksi pada triwulan ketiga sudah bisa melakukan scaling up stockpile vaksin tersebut dan bisa diuji coba pada manusia.
Direktur Utama Indofarma, Arief Pramuhanto, mengatakan pihaknya telah bekerja sama dengan perusahaan garmen untuk produksi alat pelindung diri (APD) dengan harga yang lebih murah dari produk impor. Namun, kata Arief, perusahaan masih kesulitan untuk produksi masker. Pada pertengahan Mei, Indofarma bisa membuat masker medis dengan kapasitas produksi 250 ribu per hari.
"Bahan baku masih impor dari Cina. Sekarang ada 34 produsen masker sepakat untuk membuatnya sehingga pada semester kedua sudah ada bahan baku masker yang produksi di dalam negeri," ujar dia.
Arief mengatakan pihaknya juga sudah bekerja sama dengan Universitas Indonesia dan dibantu oleh Pindad untuk memproduksi ventilator. Indofarma memperkirakan bisa memproduksi 50 persen dari kebutuhan sekitar 30 ribu unit hingga September 2020.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima mendorong BUMN farmasi menyediakan APD, masker, hand sanitizer, obat, dan vitamin dengan harga terjangkau dan disebar secara merata. "BUMN juga diharapkan memetakan kebutuhan bahan baku penyediaan obat, suplemen, untuk menjamin kontinuitas produksi kebutuhan dalam negeri," tutur Aria. LARISSA HUDA
BUMN Farmasi Percepat Produksi Obat dan Alat Kesehatan