JAKARTA – Harga saham sejumlah badan usaha milik negara di sektor konstruksi atau BUMN karya melorot dalam sepekan terakhir. Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan, mengatakan harga saham BUMN karya lesu karena investor pesimistis terhadap kinerja keuangan mereka yang terbelit beban utang.
Penurunan harga saham dialami PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP).
Menurut Alfred, investor mulai khawatir terhadap utang empat perusahaan konstruksi pelat merah tersebut yang melonjak lebih dari 100 persen dalam lima tahun terakhir. "Proyek untuk BUMN karya dipastikan akan terus mengalir, khususnya pembangunan infrastruktur pemerintah. Namun hal tersebut meningkatkan risiko utang dan memicu harga saham turun," kata dia, kemarin.
Tumpukan utang terbesar ditanggung oleh WSKT sebesar Rp 108,01 triliun pada kuartal III 2019. WIKA menyusul dengan utang Rp 44,32 triliun. Alfred mengatakan manajemen BUMN karya harus merasionalkan utang agar kembali mendapatkan kepercayaan investor. Dia juga menyarankan pemerintah untuk membagi tugas dengan cermat. Alfred memberi contoh, penugasan dengan biaya besar dan berisiko seharusnya diserahkan kepada perusahaan yang 100 persen dimiliki oleh pemerintah atau bukan emiten pasar modal, agar saat merugi pemerintah bisa menanggungnya. "Pemerintah sebagai pemberi tugas juga seharusnya memahami, jika proyeknya perlu dana besar berikan modal besar juga," kata dia.
Senior Vice President Research PT Kanaka Hita Solvera, Janson Nasrial, mengatakan tingkat utang BUMN karya sangat tinggi dibanding BUMN di sektor lainnya. Hal itu ditunjukkan oleh rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) ataupun rasio utang terhadap pendapatan sebelum pajak-amortisasi-depresiasi (EBITDA) atau debt to EBITDA ratio. "Arus kas akan selalu negatif setiap tahun karena mereka harus mengeluarkan belanja modal untuk memulai konstruksi. Sementara itu, imbal hasilnya dibayar saat selesai atau menunggu anggaran dari pemerintah turun," kata dia.
Janson mengatakan ada sejumlah cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi tekanan arus kas, yaitu melakukan divestasi aset hingga membentuk usaha patungan atau joint venture dengan perusahaan swasta lokal maupun asing untuk proyek yang bersifat strategis. "Dengan pertimbangan ini, WIKA dan PTPP menjadi favorit karena balance sheet yang relatif lebih baik serta kemampuan mereka mencari proyek baru cukup tinggi," kata dia.
Analis PT OSO Securities, Sukarno Alatas, mengatakan meski memiliki banyak catatan perihal utang yang tinggi, saham emiten BUMN konstruksi tetap menarik untuk dikoleksi. "Terlebih ada sentimen positif lainnya untuk masalah utang ini, yaitu tren penurunan suku bunga." GHOIDA RAHMAH
Investor Cermati Penyelesaian Utang BUMN Karya