JAKARTA – Pemerintah mewajibkan PT PLN (Persero) mengkonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan gas. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menargetkan konversi tersebut dapat selesai dalam waktu dua tahun ke depan.
Arifin meneken Keputusan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur LNG serta Konversi Penggunaan BBM dengan LNG dalam Penyediaan Tenaga Listrik sebagai payung hukumnya. Menurut dia, hingga saat ini terdapat 2.246 unit PLTD yang tersebar di 29 provinsi. "Kapasitas pembangkit yang harus diganti hampir 1.800 megawatt," kata dia, kemarin.
Menurut Arifin, konversi akan diutamakan di daerah terdekat dengan sumber produksi gas untuk memudahkan distribusi gas. Salah satu prioritasnya adalah PLTD di sekitar Kilang Tangguh dan Bontang yang terletak di Kalimantan Timur.
Konversi bahan bakar pembangkit salah satunya ditujukan untuk mengurangi konsumsi solar yang diimpor. Pada 2019, konsumsi solar PLN mencapai 4,2 persen dari total jenis energi pembangkit. Dengan program gasifikasi ini, konsumsi solar pada tahun ini diproyeksikan turun menjadi 3,8 persen.
Direktur Bisnis Regional Sulawesi dan Kalimantan PLN, Syamsul Huda, menyatakan penerapan gasifikasi pada pembangkit akan membantu mengurangi biaya operasional perseroan. "Estimasinya ada pengurangan biaya operasional Rp 4 triliun," kata dia.
Angka itu berasal dari perhitungan konsumsi bahan bakar PLTD. Tahun lalu, realisasi konsumsinya sebanyak 2,6 juta kiloliter. Dengan konversi 52 PLTD, terdapat potensi pengurangan konsumsi hingga 1,6 juta kiloliter, sehingga biaya operasional dapat berkurang Rp 4 triliun.
Syamsul menuturkan PLN akan bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dalam menangani distribusi gas hingga ke pembangkit. Khususnya penyaluran gas di daerah terpencil di Indonesia bagian timur yang masih kesulitan infrastruktur. Dia yakin kerja sama ini akan meringankan beban biaya distribusi gas bagi perusahaan.
Analis dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Elrika Hamdi, menyatakan rencana konversi solar menjadi gas justru membahayakan arus kas PLN. "Walau lebih murah dibanding mengimpor solar dan membawanya ke tempat-tempat terpencil, harga gas masih mahal," kata dia. Selain itu, transportasi gas akan memakan tambahan biaya.
Elrika menuturkan penggunaan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan akan jauh lebih efisien pada masa mendatang. Pemasangan panel surya dan turbin angin skala besar dinilai cukup menjanjikan. Dia menambahkan investasi energi baru memang besar di awal, tapi lebih menguntungkan dalam jangka panjang.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, pun menyarankan pengecualian konversi untuk PLTD di wilayah Indonesia bagian timur dengan energi lain. "Tidak perlu semuanya diganti dengan gas," kata dia. VINDRY FLORENTIN
Konversi Pembangkit Solar ke Gas Ditargetkan Rampung Dua Tahun