JAKARTA - Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berupaya melegalkan sepeda motor sebagai angkutan umum atau ojek, melalui revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketua Komisi Perhubungan DPR, Lasarus, mengatakan pembahasan aturan baru bisa diselesaikan tahun ini karena hanya berupa penambahan poin. "Revisi ini sifatnya terbatas dan fokus kami hanya memastikan angkutan ojek online diatur undang-undang," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, kemarin.
Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2009 dipicu persoalan ojek online yang berlarut-larut. Kemarin siang, DPR berdiskusi dengan perhimpunan pengemudi ojek online, seperti Perhimpunan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) serta Gabungan Aksi Roda Dua (Garda).
Menurut Lasarus, aturan tertinggi untuk angkutan umum itu bisa diubah untuk menyelesaikan sejumlah persoalan ojek online, dari tarif, kemitraan, hingga kewajiban perusahaan aplikasi terhadap mitra pengemudi. Menurut dia, ojek online berjalan hampir 10 tahun tanpa status legal.
Komisi Perhubungan DPR mengusulkan revisi UU ini dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, bersama 50 aturan prioritas lainnya. Sempat dibahas di level panitia kerja, rancangan aturan baru kemudian disetor kepada Badan Legislasi DPR pada akhir 2019. Aturan itu disimpan Badan Musyawarah DPR sambil menunggu rapat paripurna dalam waktu dekat.
Lasarus mengatakan pada semester I 2020 Komisi Perhubungan akan mengkaji dampak dan urgensi legalisasi ojek serta menerima masukan dari regulator, perwakilan konsumen, serta penyedia aplikasi ojek online, yaitu Gojek dan Grab Indonesia.
Ketua PPTJDI, Igun Wicaksono, mengatakan akan menyumbang kajian untuk legalisasi ojek. "Sejak dua tahun lalu kami merintis data dari berbagai daerah soal pengemudi yang kesulitan beroperasi tanpa legalitas," ujar dia.
Ketua Umum Gabungan Admin Shelter Pengemudi Ojek Online Lampung, Miftahul Huda, mengatakan regulasi yang diterbitkan Kementerian Perhubungan pada pertengahan 2019 juga tak efektif. Hal itu membuat pengemudi mencari aturan yang lebih tinggi. "Tak ada mekanisme sanksi. Jadi, aturan soal kemitraan dan tarif dilanggar terus," kata dia.
Lewat pendekatan diskresi, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 dibuat sebagai pedoman harga dan keselamatan layanan roda dua tersebut. Berawal dari lima kota, aturan itu akhirnya diberlakukan penuh di 221 wilayah operasi Gojek dan 224 wilayah Grab.
Direktur Angkutan Jalan dan Multimoda Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani, mengatakan sanksi untuk penyedia aplikasi bisa diberikan lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika, hanya berbekal surat rekomendasi dan bukti pelanggaran. "Tapi saat kami meminta data bukti dari driver, malah tidak ada," ucap dia kepada Tempo. "Tak bisa sembarangan nuduh."
Pelaksana tugas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, memastikan rekomendasi sanksi, ringan maupun berat, bisa diterapkan dengan cepat. Meski tak mengatur langsung perusahaan aplikasi ojek daring, kata dia, Kementerian Perhubungan memiliki hak sebagai pengawas sektor bisnis tersebut. "Pasti kami ikut. Tapi sejauh ini belum banyak laporan," kata dia. FRANSISCA CHRISTY ROSANA | EKO WAHYUDI | YOHANES PASKALIS