JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Wijaya, mengatakan pertumbuhan pesat juga dirasakan para pelaku teknologi finansial atau financial technology, termasuk para pemain peer to peer (P2P) syariah. Menurut dia, setahun terakhir realisasi penyaluran pinjaman sudah mencapai Rp 1 triliun. "Kalau tahun ini, mungkin bisa dua-tiga kali lipatnya," kata dia di kantornya, kemarin.
Ronald, yang juga kepala eksekutif sebuah entitas fintech P2P Ethis Indonesia, mengatakan saat ini ada 12 perusahaan fintech P2P yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah ini, kata dia, bakal terus bertambah dan makin berkembang dari yang hanya sebagai platform pinjaman dengan pangsa perorangan atau UKM ke arah bisnis halal yang lebih luas, seperti pariwisata dan fashion.
Jika melihat nilai total pendanaan fintech P2P pada tahun lalu, angka Rp 1 triliun tersebut menurut Ronald memang kecil. Angka tersebut tak kurang dari 1,5 persen dari nilai total penyaluran Rp 70 triliun. Meski begitu, Ronald optimistis angka penyaluran pinjaman fintech syariah bakal terus bertumbuh lantaran penetrasi layanan keuangan syariah di Indonesia baru 9,1 persen dari jumlah total penduduk.
"Dari realisasi Rp 1 triliun itu, rata-rata rasio kredit macetnya tak lebih dari 5 persen," demikian klaim Ronald.
Selain itu, dalam setiap bulan asosiasinya menerima permintaan keanggotaan 5-8 entitas baru. Mayoritas pemain fintech syariah juga sedang gencar meningkatkan promosi ke daerah lantaran sudah ada beberapa yang mendapatkan pendanaan dari venture capital, termasuk Ethis. Belum lagi, kata Ronald, sedang ada tren peningkatan awareness terhadap konsep syariah di masyarakat yang sedang ramai berhijrah.
Melansir data Bank Dunia, setidaknya ada gap pendanaan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia hingga Rp 1.000 triliun setiap tahunnya. Pasar inilah yang menjadi sasaran para entitas fintech syariah. Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia, Kuseryansyah, mengatakan ruang bertumbuh pemain syariah masih sangat luas. Dia mencatat saat ini nasabah P2P yang ada di Indonesia baru mencapai 17 juta konsumen. "Ada potensi 90 juta masyarakat," kata dia.
Meski berpotensi besar, dia mengakui tak mudah bagi para pemain fintech, baik konvensional maupun syariah, untuk memikat masyarakat. Sebab, operasi fintech ilegal yang tak mendapat izin Otoritas Jasa Keuangan begitu menjamur. "Sudah ada ribuan yang diblokir, tapi tetap saja masih terus ditemukan yang baru," ujar Kuseryansyah.
Direktur Bisnis Bsalam, Sofyan Islamie, mengatakan pangsa pendanaan pelaku usaha mikro atau perorangan sudah cukup ketat. Karena itu, entitasnya mencoba peruntungan dengan mendanai kebutuhan agen travel penyelenggara perjalanan ibadah umrah. "Ada lebih dari seribu agen yang butuh pendanaan dan potensi turunan 1,5 juta orang jemaah umrah," kata dia. Sepanjang tahun lalu, tak kurang Bsalam telah menyalurkan pinjaman ratusan miliar rupiah ke kurang-lebih 100 agen perjalanan.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Tulus Abadi, mengatakan industri keuangan seperti fintech memang potensial dan bisa membantu masyarakat sebagai konsumen. Namun industri keuangan, ujar Tulus, sudah mendominasi aduan pelanggan sejak tujuh tahun terakhir dengan 1.871 aduan.
Melansir data YLKI, sektor ini menduduki urutan kedua setelah layanan perbankan yang paling sering diadu masyarakat. "Inklusi keuangan memang rendah tapi pengawasan otoritas masih lemah," kata Tulus. "Industri yang lama saja seperti perbankan selalu ada di urutan pertama." FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ANDI IBNU
Penyaluran Teknologi Finansial Syariah Tembus Rp 1 Triliun