JAKARTA – Penyedia platform pinjam-meminjam berbasis teknologi (fintech lending) berupaya menekan biaya pinjaman selain bunga yang dibebankan kepada peminjam modal usaha. Langkah ini dilakukan agar pinjaman fintech semakin murah dan berdaya saing.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), Tumbur Pardede, mengatakan beban yang dapat ditekan di antaranya biaya administrasi pelayanan yang dikenakan platform kepada peminjam.
"Efisiensi biaya dapat kami lakukan, misalnya, dalam melakukan e-KYC (know your customers) bekerja sama dengan pemerintah atau komunitas," kata Tumbur di Jakarta, kemarin.
Tumbur menuturkan strategi itu dilakukan ketika menyalurkan pinjaman pada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi binaan pemerintah daerah, Kementerian Koperasi dan UKM, mitra komunitas badan usaha, hingga pelapak di platform e-commerce. Perlakuan ini biasanya diterapkan pada peminjam di bawah Rp 25 juta. "Biasanya kalau harus mengakses e-KYC satu-satu biayanya kan lumayan," ujarnya. "Jika kami bekerja sama kan nanti kami punya agen-agen untuk menghubungkan pelaku-pelaku tadi lewat ekosistem, jadi kepanjangan tangan kami."
Penyaluran pinjaman untuk sektor produktif, khususnya UMKM, memang tengah diunggulkan oleh penyedia platform fintech lending setelah adanya arahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK mensyaratkan penyaluran pinjaman minimal 20 persen ke sektor tersebut.
Ketua Harian AFPI, Kuseryansyah, menuturkan, dari total 127 entitas fintech pendanaan yang terdaftar saat ini, sebanyak 47 entitas bergerak di pinjaman produktif, 45 entitas di pinjaman konsumtif, dan entitas sisanya campuran. "Sebanyak 60 persen peminjam memang tercatat dari sektor UKM," ucapnya.
Menurut Kuseryansyah, untuk menjaring peminjam yang potensial, banyak penyedia platform fintech yang memanfaatkan ekosistem digital, khususnya e-commerce. "Misalnya menyasar merchant e-commerce yang sudah fully automation karena ada di dalam ekosistem, sehingga fintech bisa memanfaatkan data yang ada dari e-commerce itu untuk melakukan analisis," katanya.
Platform KreditPro merupakan salah satu penyelenggara yang berfokus pada pendanaan pelaku UMKM. Salah satunya melalui jalur kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Ada juga kerja sama business to business, misalnya dengan Coca-Cola, Sampoerna, dan Holcim. Kami salurkan pinjaman pada distributor yang mereka rekomendasikan, seperti warung-warung dan toko bangunan," ujar Chief Executive Officer KreditPro, Adelheid Helena Bokau.
KreditPro juga memiliki program khusus, yaitu Pinjaman Komunitas, yang mensyaratkan pelaku usaha membentuk komunitas. Pinjaman yang diberikan berkisar Rp 1-10 juta dengan jangka waktu pengembalian maksimal 12 bulan.
Berikutnya adalah platform Akseleran, yang selama Juli hingga Agustus 2019 telah menyalurkan pinjaman hingga Rp 200 miliar kepada 150 pelaku usaha kecil dan menengah. "Kami memberikan pembiayaan berbasis invoice dan pre-invoice. Ini kontribusinya hingga 90 persen dari total pinjaman," kata Chief Executive Officer Akseleran, Ivan Tambunan.
Adapun untuk penyaluran pinjaman mikro, Akseleran bekerja sama dengan e-commerce Bukalapak dan Tokopedia. Hingga akhir 2019, Ivan menargetkan realisasi pinjaman yang disalurkan dapat mencapai Rp 1,1 triliun. Meski agresif, Akseleran berkomitmen untuk tetap menjaga kualitas pinjaman sektor produktif. "Kami menjaga tingkat rasio pinjaman bermasalah (NPL) tetap berada di bawah 1 persen."
GHOIDA RAHMAH
1