Bagi Muhammad Assad, awalnya emas hanyalah perhiasan untuk melamar calon istrinya. Pandangannya berubah tatkala harga emas terus melambung. "Nilai emas saya dalam waktu enam tahun meningkat dari Rp 38 juta menjadi Rp 75 juta," kata Assad di bilangan Sudirman, Jakarta, dua pekan lalu.
Sejak saat itu, pria pemegang gelar Magister Ilmu Keuangan Syariah dari Hamad bin Khalifa University, Qatar, ini memutuskan hengkang dari pekerjaan lamanya di perbankan. Assad banting setir mendirikan Tamasia, perusahaan teknologi finansial untuk investasi logam mulia, pada Mei 2017.
Melalui platform Tamasia, masyarakat bisa menjual, membeli, serta menyimpan emas kapan dan di mana pun, cukup lewat telepon seluler pintar. Semua transaksi dilakukan secara digital. Cara ini menjawab masalah kebanyakan orang yang malas berinvestasi emas meski tahu potensinya cukup besar. "Orang agak malas karena antreannya panjang jika beli langsung," ujar Assad.
Tamasia menyediakan banyak pilihan harga, dari nominal Rp 10 ribu hingga tak terbatas. Investor milenial, target pasar investasi Tamasia, dianggap bakal keberatan jika harga emas dipatok per gram seperti yang biasa diterapkan di toko konvensional. Tamasia akan mencatat secara akurat kepemilikan emas berdasarkan setiap transaksi pengguna. Kelak, ketika pembelian bertahap itu telah mencapai 1 gram, pengguna dipersilakan untuk mencetak emas. Mereka dibebaskan untuk menyimpannya atau dikirimkan langsung ke alamat tinggal.
Untuk memupuk kepercayaan pengguna, Assad menjamin entitasnya sudah bekerja sama dengan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk sebagai penyedia emas murni. Antam juga menyediakan tempat penyimpanan khusus pengguna Tamasia. Adapun untuk memudahkan transaksi, Tamasia menggandeng Ovo, Jenius, Alfamart, Kudo, hingga Paytren sebagai rekanan. "Izin Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah didapat. Sebentar lagi izin dari Kementerian Perdagangan juga rampung," kata Assad. Keamanan data pengguna juga terlindungi dengan baik melalui sertifikat ISO 27001 dan ISO 9001 yang dikantongi Tamasia.
Dia optimistis menyediakan aplikasi investasi emas merupakan sarana yang sangat menguntungkan saat ini. Menurut catatan Assad, dalam tiga bulan terakhir, harga emas dunia kian melambung. Pada awal Juni 2019, harganya masih di kisaran Rp 620 ribu per gram. Sedangkan saat ini harga emas dunia telah melampaui Rp 715 ribu per gram. "Prediksi saya pribadi bisa sampai Rp 800 ribu per gram," ujarnya.
Co-Founder & CEO Tamasia, Muhammad Assad.
Menurut Assad, komoditas emas berpeluang menjadi alternatif investasi di tengah ketidakpastian perekonomian global. "Karena bunga semakin murah saat ini," kata bekas bankir Bank Doha tersebut.
Tingginya harga emas itu pula yang mengerek jumlah pengguna Tamasia. Hingga Juli lalu tercatat 200 ribu pengguna, naik di kisaran 10 persen per bulan. Assad pun optimistis bakal mencetak target 500 ribu pengguna tahun ini dengan total transaksi emas murni menembus 150 kilogram.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Sahudi, membenarkan bahwa Tamasia sudah memproses perizinan. Menurut dia, kewenangan perdagangan emas secara online to offline berada di bawah lembaganya sesuai dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Menurut Sahudi, pengaturan perdagangan komoditas emas secara digital tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 4 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka. "Setiap entitas harus punya modal Rp 22 miliar. Kalau tidak terdaftar di kami berarti ilegal," ujarnya.
ANDI IBNU