JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kenaikan iuran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Usulan ini untuk membantu menyelesaikan defisit keuangan dan memperbaiki cashflow BPJS Kesehatan," kata dia dalam rapat bersama Komisi Anggaran dan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
Sri merinci usul itu, yakni iuran kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Iuran kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Adapun iuran kelas III naik menjadi Rp 42 ribu dari sebelumnya Rp 23 ribu per bulan.
Usul Sri lebih tinggi daripada rumusan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Untuk kelas I, DJSN mengusulkan kenaikan menjadi Rp 120 ribu dari sebelumnya Rp 80 ribu. Kelas II naik menjadi Rp 75 ribu dari sebelumnya Rp 51 ribu. Sedangkan kelas III naik dari Rp 23 ribu menjadi 42 ribu.
Usul DJSN itu telah mempertimbangkan penerima bantuan iuran (PBI) untuk kelas III dan iuran penerima upah dari badan usaha (PPU Badan Usaha) dan pemerintah dengan potongan 5 persen (PPU Pemerintah).
Sri mengusulkan agar kenaikan iuran dimulai pada Januari 2020. Sedangkan untuk PPU Pemerintah akan dimulai pada 1 Oktober 2019, sehingga BPJS Kesehatan memiliki tambahan dana dari pembayaran pemerintah. Sedangkan pembayaran PBI dari pemerintah pusat serta PBI melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dilakukan perubahan anggaran mulai Agustus.
Dengan kata lain, pemerintah memberikan talangan dana lewat APBN untuk pembayaran PBI, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lewat APBD. "Kami sudah usulkan ke Presiden," kata Sri Mulyani.
Sri mengatakan pemerintah bisa menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan sebesar Rp 13,5 triliun. Dana tambahan bisa diberikan asalkan ada kenaikan iuran. Dia juga mengatakan BPJS Kesehatan bisa menerima tambahan dana jika berhasil melakukan bauran kebijakan atau rekomendasi atas hasil audit yang telah dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Jika berhasil, BPJS Kesehatan berpotensi menerima dana hingga sekitar Rp 5 triliun.
Sebelumnya, anggota DJSN, Ahmad Ansyori, menilai keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan jalan terbaik. Dalam dua tahun. dia memprediksi BPJS Kesehatan bisa surplus. "Kalau kenaikkan dikurangi lagi, ya tidak sesuai," kata dia, akhir pekan lalu.
BPJS Kesehatan sebelumnya diprediksi menanggung defisit lagi hingga Rp 28 triliun pada akhir tahun ini.
Ahmad mengatakan DJSN meminta premi untuk seluruh kelas naik mulai Rp 16.500 hingga Rp 40 ribu. Untuk iuran kelas III, DJSN mengusulkan naik Rp 16.500. Bila semula premi untuk kelas ini hanya Rp 25.500, DJSN meminta pemerintah menaikkannya menjadi Rp 42 ribu. Iuran kelas I mengalami kenaikan paling signifikan. Sebelumnya, iurannya dari Rp 80 ribu naik menjadi Rp 120 ribu. Sedangkan iuran kelas II diusulkan naik Rp 29 ribu, dari semula Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu.
DIAS PRASONGKO | EKO WAHYUDI | FERY FIRMANSYAH
Nyaris Pingsan, Datang Ping An
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan perusahaan asuransi asal Cina, Ping An Insurance, menawarkan bantuan untuk mengevaluasi sistem teknologi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Tawaran ini muncul saat BPJS Kesehatan nyaris "pingsan" akibat defisit keuangan.
Ping An Insurance, yang berdiri sejak 21 Maret 1988, juga menjalankan bisnis perbankan dan investasi. Perusahaan yang bermarkas di Shenzhen, Cina, itu memiliki kapitalisasi pasar US$ 220,2 miliar (setara dengan Rp 3.080 triliun). Perusahaan itu juga dikenal karena menerapkan teknologi tinggi.
Ping An Insurance menduduki peringkat ketujuh perusahaan dengan aset terbesar menurut Forbes-satu peringkat di bawah Apple Inc. Pada 2019, aset Ping An mencapai US$ 1.038,3 miliar dan pendapatannya sebesar US$ 151,8 miliar.
Namun, kata Luhut, hingga kini belum ada kerja sama antara BPJS Kesehatan dan Ping An Insurance. "Yang terjadi saat ini baru pembicaraan dan saran dari mereka. Tidak ada satu pun keputusan yang dibuat dan kalaupun BPJS Kesehatan tertarik untuk melaksanakan saran mereka atau bekerja sama dengan mereka, keputusannya ada di tangan BPJS Kesehatan," ujar Luhut.
Adapun Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan kerja sama ini berpotensi membocorkan data BPJS Kesehatan. "Pihak asing bisa mendapat statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia, termasuk data tentara dan polisi yang sakit," kata Timboel, seraya meminta agar BPJS Kesehatan menolak bantuan dari Ping An.
HENDARTYO HANGGI | FRANSISCA CHRISTY | CAESAR AKBAR | DIAS PRASONGKO