JAKARTA - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, tak menampik penilaian bahwa beban utang pemerintah yang per Agustus 2018 sudah menembus Rp 4.363 triliun per Agustus 2018 terus membesar. Menurut dia, hal itu wajar lantaran merupakan dinamika perekonomian yang menganut sistem defisit negara. "Kalau tidak ada defisit tak akan ada utang," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Meski begitu, dia mengklaim kemampuan pemerintah dalam membayar utang masih bagus. Realisasi keseimbangan primer, kata dia, mengalami kemajuan signifikan. Per Agustus, keseimbangan primer negara tercatat surplus Rp 11,61 triliun. Adapun keseimbangan primer Juni dan Juli masing-masing Rp 10 triliun dan Rp -4,8 triliun. "Artinya, ada tren positif," kata dia.
Dia pun optimistis target defisit keseimbangan keseimbangan primer tahun ini sebesar –Rp 87,3 triliun bisa tercapai. Atau setidaknya bisa defisit di bawah Rp 100 triliun. Keseimbangan primer yang defisitnya makin sedikit menandakan ada perbaikan pendapatan negara dibanding pertumbuhan pengeluaran negara.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, mengatakan rasio utang negara yang sudah menembus 30 persen dari produk domestik bruto masih aman. Sebab, menurut beleid Undang-Undang Keuangan Negara, batas utang maksimal dipatok 60 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jika merujuk pada PDB negara yang saat ini sekitar Rp 14 ribu triliun, utang maksimal pemerintah sekitar Rp 8.400 triliun. "Jadi, saat ini tak ada istilah lampu kuning atau lampu merah," kata Luky.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017, realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan negatif 18,49 persen. SBN terdiri atas dua jenis, yaitu SBN konvensional dan SBN syariah atau sukuk yang secara neto ditetapkan sebesar Rp 414,52 dalam APBN 2018. Selain keseimbangan primer, dia mengatakan, kesehatan keuangan negara terlihat dari defisit anggaran sampai Agustus 2018 yang hanya Rp 150,7 triliun, atau jauh lebih terkendali dibanding pada periode sama tahun lalu sebesar Rp 224,9 triliun.
Sepanjang tahun ini, beban utang pemerintah yang harus dibayarkan kurang-lebih mencapai Rp 300 triliun. Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan pertumbuhan setoran pajak sudah membaik. Hingga Agustus, Ditjen Pajak sudah mengumpulkan pundi-pundi Rp 799,5 triliun atau 56,1 persen dari target Rp 1.424 triliun. "Outlook kami bisa tercapai 95 persen," kata dia.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan nominal utang memang bukan nilai mutlak. Menurut dia, yang lebih penting adalah rasio kemampuan suatu negara untuk membayar utang luar negeri. "DSR (debt to service ratio) utang sekarang sudah menembus 25 persen atau lebih dari batas aman menurut International Monetary Fund (IMF)," kata Bhima.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan penting bagi pemerintah untuk mencegah nilai tukar rupiah melewati 15 ribu per dolar AS. Dia menghitung sudah ada tambahan beban cicilan dan pokok bunga sebesar 9 persen dari utang total hingga akhir Agustus lalu karena pelemahan nilai tukar rupiah. "Untuk pemerintah masih sangat aman, terlihat dari cadangan devisa yang masih senilai US$ 117,9 miliar, karena itu adalah semacam cadangan pemerintah untuk membayar cicilan utangnya," ucap dia. ANDI IBNU
Separuh dari Batas Aman
Utang pemerintah sudah menembus 30,31 persen dari produk domestik bruto. Angka tersebut merupakan yang tertinggi di era Presiden Joko Widodo. Meski begitu, angka tersebut masih separuh dari utang total yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara:
Jumlah Utang Pemerintah Pusat Per September (Rp Triliun)
2016: 3.438,29
2017: 3.825,79
2018: 4.363,19
Komposisi Utang (Rp Triliun)
Pinjaman bilateral: Rp 329,89 triliun
Pinjaman multilateral: Rp 438,99 triliun
Surat Berharga Negara: Rp 3.541,89 triliun
Pinjaman komersial: Rp 44,68 triliun
Pinjaman dalam negeri: Rp 6,25 triliun
Suppliers: Rp 1,49 triliun
Negara Kreditor Terbesar (Rp triliun)
Jepang 191,57
Prancis 27,74
Jerman: 25,40
Korea Selatan: 19,40
Cina: 8,22
Lembaga Kreditor Terbesar (Rp triliun)
World Bank: 241,22
Asian Development Bank: 119,43
Islamic Development Bank: 11,22
International Fund for Agricultural Development: 2,46
European Investment Bank: 0,26
ANDI IBNU | SUMBER: KEMENTERIAN KEUANGAN