Regi Wahyu dan Imron Zuhri tahu betul manfaat yang bisa didapat dari penerapan database jaringan online bernama blockchain. Menurut mereka, sistem yang bisa mencatat segala data dengan transparan dan tidak bisa dimanipulasi tersebut bisa meningkatkan potensi segala bidang perekonomian, tak terkecuali di bidang pertanian. "Makanya kami sasar sektor pertanian, karena dengan potensi besar tapi tidak ada data akuratnya sama sekali," kata Imron kepada Tempo, pekan lalu.
Karena itulah Regi dan Imron memutuskan untuk membentuk perusahaan rintisan di bidang agroteknologi bernama Hara pada 2015. Meski terdengar klasik, nasib petani yang taraf hidupnya selalu pas-pasan jadi visi pembangunan usaha rintisan tersebut. Sejauh ini, Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik mencatat data gelonggongan, seperti 8,1 juta hektare lahan pertanian dan Rp 400 triliun ekspor komoditas pertanian. Namun, jika ingin mencari data rata-rata produksi bulanan, kata Imron, sangat sulit.
Karena itu, melalui Hara, petani bakal menginput data rigid, seperti luas lahan, jumlah panen, dan jumlah buruh petani di setiap lahan pertanian. Data tersebut disimpan dalam sistem blockchain dan bisa diperbarui setiap saat. "Kami buatkan aplikasi khusus bagi petani agar mereka mudah menginput data," ujar Imron.
Data yang akurat, Imron mengklaim, bisa dijadikan perangkat agar bisa masuk tingkat "layak" bagi perbankan. Menurut dia, bisa menarik pinjaman perbankan akan membantu petani dari jeratan utang ketimbang meminjam kepada tengkulak dengan bunga lebih dari 25 persen per pekan.
Adapun rata-rata kredit pinjaman mikro di perbankan, misalnya, cuma dipatok bunga 7 persen per bulan. "Selama ini bank bukannya tidak mau ke petani, tapi datanya tidak ada, karena itu tidak masuk dalam manajemen risiko bank," ujar Imron.
Membiarkan petani mengisi data sendiri juga takkan bisa diganggu gugat oleh Hara lantaran sistem blockchain tak bisa mengedit data begitu data diinput. Tiga tahun berjalan, sudah ada lebih dari 3.000 petani di 41 desa yang datanya diolah oleh Hara. Imron tak menampik jumlah itu masih amat kecil dan terbatas di berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Situbondo dan sekitarnya.
Melalui proses validasi lapangan, Hara mengidentifikasi kombinasi empat pemangku kepentingan. Empat klasifikasi tersebut adalah penyedia data (data provider), pembeli data (data buyer), kualifikasi data (data qualifier), dan layanan bernilai tambah atau added value service. "Jadi bukan cuma KUR, bisa saja bank jadi membuka pintu untuk produk pinjaman pendidikan atau pinjaman usaha non-pertanian," kata Imron.
Hara sudah menggandeng PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai penyokong pinjaman rekan petani Hara. Kementerian Desa, Penanggulangan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi juga jadi rekan resmi Hara di level eksekutif.
Agar bisa dibantu pengelolaan datanya oleh Hara, para petani atau gabungan kelompok petani cukup menghubungi tim Hara. Tak hanya kemudahan akses pendanaan, petani yang tergabung dalam sistem Hara juga mendapat sokongan informasi harga pangan di setiap sumber pangan dan jalur distribusi. "Jadi tahu harga di layer ini sedang berapa. Jadi, mereka bisa menaikkan harga tawarannya," kata Imron.
Meski menawarkan implementasi terkini, tim Hara juga mengakui cukup sulit agar penerapan blockchain lancar. Petani di lapangan, kata Imron, masih kebingungan terhadap definisi Internet. "Tapi pas ditanya Facebook pada tahu," katanya berkelakar.
Agar memudahkan penginputan data, Hara memberdayakan petani yang umurnya relatif lebih muda dan bisa diajarkan teknologi ini sebagai agen dengan insentif tambahan. Dalam waktu dekat, tim Hara bakal membuka akses untuk petani di wilayah Jawa Barat dan Sulawesi.
Penjualan data yang dihasilkan itulah yang dijadikan Hara untuk menyambung napas perusahaan. Imron masih enggan memberitahukan detail harganya lantaran penerapan blockchain sendiri masih banyak bolong dari segi aturan. "Regulator, seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, sebenarnya mendukung, tapi memang masih perlu belajar bareng-bareng semua," kata Imron.
Yakin akan bisa membantu ekosistem pertanian dalam negeri, Hara mengajak bekas Menteri Keuangan M. Chatib Basri sebagai penasihat perusahaan. Chatib menerima pinangan tersebut lantaran merasa tertarik terhadap potensi yang ditawarkan dalam blockchain. "Memang masih bisa diperdebatkan, tapi dalam kegiatan ekonomi perlu sistem yang transparan," kata Chatib. GHOIDA RAHMAH | ANDI IBNU