Harapan Rani Bautista membeli rumah pertama nyaris sirna ketika bank hanya mengabulkan sebagian permohonan kredit pada akhir tahun lalu. Perempuan berusia 32 tahun ini mengajukan pinjaman Rp 650 juta, tapi bank hanya menyetujui Rp 450 juta. "Waktu itu sempat ingin batal beli rumah," kata perantau asal Sumatera yang meminta namanya disamarkan ini, Senin pekan lalu.
Mulanya, Rani dan suami ingin membeli rumah tipe 36 dengan luas lahan 96 meter persegi seharga Rp 530 juta tanpa uang muka melalui kredit pemilikan rumah (KPR). Dia kemudian kongkalikong dengan pengembang menggelembungkan harga rumah menjadi Rp 650 juta.
Rani berharap bank menyetujui kredit sebesar 90 persen dari harga rumah atau Rp 585 juta. Belakangan, bank hanya menyetujui 70 persen pinjaman. Rencananya Rani membeli rumah tanpa uang muka buyar. Dia pun harus menutup selisih pinjaman dari kocek pribadi pinjaman keluarganya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Edi Ganefo, banyak pengembang berkongsi dengan konsumen mengakali kewajiban uang muka kredit hunian. Cara itu, kata dia, tak jadi masalah. "Kalau angsuran nasabah lancar, enggak jadi masalah, kan?" ujarnya.
Menurut Edi, revisi peraturan tentang batas rasio pinjaman (loan-to-value/LTV) dan pembiayaan (finance-to-value/FTV) properti belum berdampak pada pertumbuhan kredit perumahan. Agustus lalu, Bank Indonesia merevisi batas pinjaman rumah ukuran 70 meter persegi dari 80 persen menjadi 85 persen. "Tapi itu kurang menggigit. Kalau tidak ada batasan, baru signifikan (menggenjot konsumsi)," tuturnya.
Yang menarik, sebulan setelah pelonggaran LTV/FTV, Bank Mandiri mencatat kenaikan kredit rumah lumayan besar senilai Rp 1,360 triliun. Padahal, sepanjang Januari-Agustus 2016, total kredit KPR yang disalurkan rata-rata Rp 800-900 miliar. "Tapi kami belum bisa memastikan apakah kenaikan tersebut terkait dengan langkah terbaru Bank Indonesia," ucap Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rohan Hafas.
Sampai Juli 2016, pertumbuhan kredit pemilikan rumah di bank umum konvensional dan bank umum syariah baru 7,50 persen (year on year). Total kredit yang disalurkan mencapai Rp 363,866 triliun dengan non-performing loan (NPL) 2,84 persen.
Executive Director of Investment Cushman & Wakefield Indonesia Handa Sulaiman menyatakan bisnis hunian masih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi. Dia memperkirakan, bisnis hunian akan kembali menggelinding jika pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5 persen. "Baru akan membuat sektor ini menjadi lebih dinamis," ujarnya.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy berharap pembelian properti bakal melejit setelah program amnesti pajak. Alasan dia, para pembeli kini tak takut lagi dikejar-kejar aparat pajak. "Pada 2014-2015, banyak sekali pembeli properti didatangi otoritas pajak dan akhirnya membatalkan pembelian."
Adapun Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Maurin Sitorus, optimistis pembangunan rumah akan meningkat pada 2017. Pemerintah mengandalkan paket kebijakan ekonomi ke-13 yang memudahkan perizinan proyek rumah.
Tahun depan, bisnis hunian juga akan diramaikan oleh kemunculan pemain baru seperti China Communications Construction Company Limited Group (CCCG) dan PT Astra International Tbk. Tempo Newsroom