Pemilihan kepala daerah di negeri ini ternyata bisa dibikin seperti pertandingan sepak bola. Mau menang mudah, tinggal datangkan pemain asing dan ikutkan ia dalam kompetisi. Tak perlu khawatir ihwal syarat pertama sebagai warga negara Indonesia, ataupun kesetiaan kepada Pancasila dan NKRI. Sepanjang ada niat dan kemauan, semua itu bisa diatur.
Warga negara Amerika Serikat, Orient Patriot Riwu Kore, sudah membuktikannya dalam pemilihan Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Pada awal September 2020, Orient, yang berpasangan dengan Thobias Uly, mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Entah dari mana dia bisa mendapatkan dokumen kependudukan sebagai WNI. Adalah tugas kepolisian untuk menelusuri dugaan pemalsuan identitas itu, jika memang ada. Siapa tahu Orient belajar dari pengalaman narapidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, yang mudah mendapatkan KTP elektronik dan paspor kendati dalam status buron.
Lolos dari proses verifikasi, Orient ikut berlaga dalam pilkada pada 9 Desember lalu. Dia bahkan menang dengan suara hampir mencapai 50 persen, mengalahkan kandidat inkumben. Barulah setelah KPU setempat menetapkan dia sebagai pemenang, Badan Pengawas Pemilu Sabu Raijua mendapat penegasan dari Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia bahwa Orient merupakan warga negara mereka.
Tak perlu buru-buru menyalahkan Orient, yang mungkin saja lupa--kalau tidak berdusta--menanggalkan status sebagai warga negara Amerika. Jangan pula lekas menuding partai nasionalis yang mengusungnya, PDI Perjuangan, Gerindra, dan Demokrat. Bisa jadi, tiga partai itu memang tidak menemukan kader WNI yang mumpuni untuk memimpin daerah tersebut sehingga memilih cara naturalisasi. Tinggal memanfaatkan sistem data kependudukan kita, yang sudah teruji kebobrokannya dalam pemberian bantuan sosial dan vaksinasi massal, beres urusan.
Toh guyonan kewarganegaraan ini bukan yang pertama kali terjadi. Presiden Joko Widodo pernah kecele mengangkat Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada Juli 2016. Tak sampai sebulan menjabat, Arcandra diberhentikan, dengan hormat, karena ketahuan masih memegang paspor Amerika. Arcandra seketika kembali menjadi anak Ibu Pertiwi dan dua bulan kemudian dilantik sebagai Wakil Menteri Energi. Bukan tak mungkin tiga partai pengusung meniru langkah Presiden dengan menjadikan Orient sebagai wakil bupati setelah urusan kewarganegaraannya beres. Itu pun jika ia ikhlas turun jabatan.
Kalau Orient tak mau melepas jabatannya, bola api berada di tangan pemerintah. Mempertahankan Orient sebagai Bupati Sabu Raijua tentu bukan pilihan yang benar, kecuali pemerintah memang ingin membuat “proyek percontohan” merekrut warga negara asing menjadi kepala daerah. Jika demikian, pemerintah Indonesia perlu membuat perjanjian dengan Amerika supaya warga negara kita pun bisa menjadi kepala daerah di sana. Program pertukaran kepala daerah mungkin saja menjadi solusi untuk memajukan negeri.