Ini bukan kali pertama SFO menggandeng KPK. Kerja sama kedua lembaga ini sebelumnya berhasil menjerat bekas Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, pada Agustus tahun lalu. Emirsyah dituding menerima komisi pembelian pesawat Airbus A330 dan mesin Rolls-Royce pada periode 2005-2014. Emirsyah divonis hukuman 8 tahun bui dan denda Rp 1 miliar.
Kasus baru yang sedang diselidiki SFO ini terkait erat dengan temuan dalam kasus Emirsyah itu. Putusan pengadilan mengungkap satu perusahaan yang aktif menyuap Emirsyah ketika itu adalah Bombardier. Pada 2012, di masa kepemimpinan Emirsyah Satar, Garuda memang sempat membeli enam pesawat Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 Next Generation buatan Bombardier.
Keputusan Garuda membeli CRJ1000 NG sudah mencurigakan sejak awal. Pesawat jet bisnis itu tidak didesain untuk penerbangan massal dengan bagasi banyak. Bodinya yang panjang membuatnya tidak dapat mendarat di kebanyakan bandar udara di dalam negeri. Kapasitasnya juga tak sebesar Boeing 737-800, yang bisa mengangkut 149 penumpang. Belum lagi, akibat pembelian itu, Garuda harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melatih teknisi khusus. Pendeknya, pembelian itu penuh kejanggalan karena tidak melalui pengkajian yang mempertimbangkan target pasar, kebutuhan, dan kondisi infrastruktur.
Kesalahan pembelian pesawat Bombardier itulah yang, salah satunya, membuat keuangan Garuda terus berdarah-darah. Hingga kuartal III 2020, Garuda mencatat kerugian US$ 1,07 miliar (sekitar Rp 15,2 triliun). Pandemi Covid-19 tentu membuat situasi lebih buruk lagi.
Sudah saatnya Menteri BUMN Erick Thohir membenahi total manajemen Garuda. Maskapai ini sudah terlalu lama salah kelola. Jangan lupa, akhir tahun lalu, Direktur Utama Garuda I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra tertangkap tangan menyelundupkan sepeda motor Harley Davidson klasik tipe Shovelhead dalam pesawat Airbus A330-900 Neo yang baru dibeli. Pada masa Askhara pula, manajemen Garuda merekayasa laporan keuangan agar terlihat untung berkali lipat, padahal sebenarnya merugi.
Direktur Utama Garuda saat ini, Irfan Setiaputra, harus berani melakukan terobosan untuk menyelamatkan perusahaan itu. Perbaikan transparansi dan manajemen yang profesional bisa menjadi langkah awal. Penyidikan kasus Bombardier ini harus menjadi perkara rasuah terakhir di tubuh Garuda.