Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah meningkatkan kategori penyebaran Covid-19 menjadi pandemi: wabah yang mendunia dan terjadi penularan lokal. Pemerintah mesti menanggapinya secara serius. Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Terawan A.P. jangan lagi menyamakannya dengan influenza, yang "bisa sembuh sendiri". Virus ini jelas-jelas telah menjadi ancaman besar dunia.
Iran dan Italia awalnya menganggap remeh serangan virus corona sehingga kewaspadaan warganya pun menurun. Yang terjadi setelahnya, virus ini menyebar cepat. Di Italia, hanya dalam waktu 18 hari sejak 22 Februari, jumlah pasien Covid-19 melonjak dari 79 menjadi 12.464, dan 827 di antaranya meninggal. Iran mengalami hal serupa. Sekarang Italia menutup pintu masuk dan menghentikan semua kegiatan.
Karena itu, pemerintah jangan konyol. Segera susun protokol krisis yang kuat dan perbaiki komunikasi antar-instansi yang terlibat, baik vertikal maupun horizontal. Kasus Bali tidak boleh terulang, ketika pemerintah daerah tak tahu ada pasien Covid-19 di wilayahnya hingga korban meninggal. Padahal informasi tersebut sangat penting untuk menyusun langkah-langkah preventif.
Jangan malu mengikuti jejak DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang cepat menggelar sosialisasi terbatas soal daerah rawan persebaran corona begitu ada pasien suspect Covid-19. Kedua daerah itu juga telah meminta izin pemerintah pusat untuk menjalankan tes virus corona sendiri, sehingga tidak perlu antre di laboratorium Kementerian Kesehatan. Inisiatif tersebut dapat mempercepat pengetesan warga yang rentan terjangkit karena sejarah perjalanannya atau kontak dengan pasien Covid-19. Dengan demikian, upaya membendung virus bisa lebih terjamin.
Perlu dibuat aturan ketat masuk-keluar orang lewat perbatasan, terutama dari negara-negara yang dikhawatirkan menjadi episentrum baru persebaran virus corona selain Cina, misalnya Korea Selatan, Iran, dan Italia. Sejauh ini 21 dari 34 pasien Covid-19 datang dari luar negeri. Mesti ada prosedur khusus, dari pengecekan suhu tubuh dan kondisi kesehatan, karantina, hingga pemulangan, jika perlu.
Dalam kasus Bali, pasien warga negara asing dengan kode 25 yang akhirnya meninggal itu mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai lima hari yang lalu. Dia lolos, padahal sempat transit di Qatar, negara yang dihuni 262 pasien Covid-19. Adapun di Bandara Soekarno-Hatta, Ombudsman mendapati ada saat ketika pendatang tidak diperiksa. Alasannya, para petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan sedang istirahat. Kelengahan semacam itu bisa berdampak fatal.
Selain itu, para pejabat mesti menahan diri untuk tidak melontarkan pernyataan-pernyataan yang hanya membuat masyarakat bingung dan lengah bahwa Covid-19 tidak berbahaya, dapat sembuh sendiri, berdoa saja cukup, atau susu kuda liar mampu mengatasi virus berbahaya ini.
Publik memang perlu dibuat tenang, tapi harus dengan cara yang benar, yakni melalui penanganan wabah secara serius, sistematis, dan logis. Cukupi persediaan pangan dan alat kesehatan, seperti masker dan sanitizer. Dan yang juga penting: umumkan semua perkembangan secara berkala, termasuk lokasi-lokasi yang menjadi sumber penularan, agar masyarakat lebih waspada.